Umroh part 3 – Ziarah Madinah
Selama 3 hari di Madinah, kami mendapatkan kesempatan untuk ikut half-day-tour. Judulnya sih “Ziarah kota Madinah”, mengunjungi lokasi yang menjadi tempat bersejarah bagi perjuangan Nabi Muhammad SAW.
”Ya Allah berilah kami kecintaan kepada Madinah seperti cinta kami kepada Mekah atau melebihinya”
Jujur saya lebih suka kota ini dibanding Mekah. Cuacanya lebih enak (lebih dingin), tata kota nya lebih rapih, penduduknya lebih teratur. Tapi Mekah menimbulkan kesan tersendiri yang bikin kangen juga sih. Sulit deh dilukiskan dengan kata-kata. Musti datang dan merasakan sendiri.
Rincian tempat yang akan kami datangi, sepertinya seragam untuk semua travel agent penyelanggara Umroh/Haji. Maksimal jarak dari pusat kota Madinah cuma 5-10KM aja. Makanya muter-muter dari waktu dhuha (jam 8an), balik hotel sebelum adzan dzuhur.
Mesjid Quba
Mesjid ini menjadi tempat Nabi Muhammad SAW pertama kali sholat Jumat setelah kepindahannya ke Madinah. Mesjid ini masih terawat rapih. Sayangnya tempat yang diberikan untuk jamaah perempuan tidak seberapa luas. Musti bergantian dan tidak bisa melihat arsitektur dalamnya.
Katanya kalau kita wudhu dari tempat tinggal dan berniat untuk sholat di mesjid Quba, akan diganjar pahala sama dengan 1x Umroh.
Meski sudah diwanti-wanti panitia untuk menjaga wudhu dari hotel, apa daya perut saya tidak bersahabat *kent#t deh* . Wudhu saya batal diperjalanan menuju mesjid. Sampai sana saya langsung mencari tempat wudhu, kemudian melaksanakan sholat dhuha di dalam mesjid Quba.
Mesjid yang memiliki daya tampung hingga 20 ribu jamaah ini telah beberapa kali mengalami renovasi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah orang pertama yang membangun menara masjid ini. Foto diatas diambil oleh Masguh. Karena cuma laki-laki aja yang bisa masuk leluasa di dalam mesjid.
Saya takjub dengan warna putih temboknya. Bisa putih banget gitu pake apa yah?
Kebun Kurma
Kami tidak lama di Mesjid Quba, langsung melanjutkan perjalanan ke Kebun Kurma.
Ketika turun dari bus, saya langsung menyiapkan iphone untuk merekam video perjalanan di dalamnya. Untuk siapa lagi kalo bukan untuk Rafa dan Fayra, supaya mereka bisa melihat secara visual tidak hanya dengar cerita lisan dari kami.
Beragam jenis kurma dan cokelat ada disini. Dari kurma Azwa yang katanya ditanam oleh Nabi dan mahal aja harganya ituh, sampe kurma yang bentuknya dibuat manisan (lengket2 agak berkuah kental gtiu deh). Diantara para pengunjung lain, sepertinya saya yang belanja nya paling dikit. Cuma beli 1/2 kilo kurma Azwa saja. Yang penting kalau ada kerabat ke rumah karena tau kami baru pulang Umroh, ada suguhan selain air zam-zam.
Tapi saya cengar cengir sama Masguh. Karena berada di dalam lokasi ini, seperti berada di sebuah kota kecil di Indonesia. Bagaimana tidak? 100% pengunjungnya orang Indonesia (ntah juga sih kalo ada orang melayu dari negara lain, tampangnya sama semua). Penjualnya 100% orang Indonesia (kecuali manajemen/pemilik yaa). Bahasa yang digunakan untuk komunikasi jelas bahasa Indonesia. Sampai papan petunjuk dan mata uang pun bisa menggunakan Rupiah.
Ada kejadian lucu juga, yang kami baru sadar ketika sudah sampai di Mekah. Nanti aja ceritanya yah.
Jabal Uhud
Jabal Uhud (gunung Uhud),termasuk salah satu tempat yang sangat memiliki nilai sejarah penting dalam sejarah Islam. Di bukit ini, terjadi peperangan yang sangat memilukan dalam sejarah Islam. Pasukan kaum Muslimin yang dipimpin langsung Nabi Muhammad SAW, bertempur habis-habisan dengan kaum musyrikin Kota Mekah. Jabal Uhud tidaklah begitu besar, tingginya kira2 1.050 meter.
Melihatnya mengingatkan kita pada perjuangan dan darah para syuhada. Di Uhud itulah pertarungan spiritual dan politik dalam arti sebenarnya. Ketika itu pasukan diberi pilihan antara kesetiaan pada agama dan kecintaan pada harta. Melihat lokasi dan gunung yang mengelilinya, kita akan terbayangkan bagaimana sulitnya medan perang ketika itu. Bukit batu, panas terik, dan keberanian pada syuhada.
Dalam pertempuran itu, Nabi Muhammad SAW juga mengalami luka-luka yang cukup parah. Bahkan, sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai pelindung Rasulullah, gugur dengan tubuh dipenuhi anak panah.
Setelah perang usai dan kaum musyrikin mengundurkan diri kembali ke Mekah, Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur dimakamkan di tempat mereka roboh, sehingga ada satu liang kubur untuk memakamkan beberapa syuhada. Jenazah para syuhada Uhud ini, akhirnya dimakamkan dekat lokasi perang serta dishalatkan satu per satu sebelum dikuburkan.
Kini, jika kita datang ke lokasi tersebut, kompleks pemakaman itu akan terlihat sangat sederhana, hanya dikelilingi pagar setinggi 1,75 meter. Dari luar hanya ada jeruji, sehingga jamaah bisa melongok sedikit ke dalam. Bahkan, di dalam areal permakaman yang dikelilingi pagar itu, tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana.
Untuk menyingkat waktu, rombongan kami tidak berjalan sampai ke pinggir bukit. Tidak juga berjalan ke area makam. Hanya berdoa bersama yang dipimpin oleh ustadz, beliau berkata “kita akan melihat bukit ini di surga. Semoga Allah SWT memasukan kita ke dalam golongan umat nabi Mummad SAW sebagai para penghuni surga. Amin ya Rabb“.
*gak pantes banget yah gw pake kacamata item … tunjuk poto atas … ketauan boleh minjem punya Masguh hahaha*
Ah yaa, saya lupa bercerita. Saya dan Masguh tidak hanya berdua menjalankan ibadah Umroh ini. Tapi kami ber 5, bersama kakak sepupu saya dan suaminya (lihat foto di kebun kurma) … juga pakde (kakak mami) yang mualaf sama seperti mami. Alhamdulillah kakak saya (Mas Iwan) memberangkatkan beliau, tapi saya dan Masguh yang bertanggung jawab selama Pakde di tanah suci. Di usianya yang sudah lanjut, Pakde masih sangat tegap dan kuat. Terharu saya saat beliau berkata “aku mau maksimal ibadah disini. Sudah dibayari harus tau diri“. Semua prosesi ibadah dilakukannya dengan hikmat dan semangat, tanpa mengeluh ataupun minta istirahat.
Perawakannya sama seperti mami, tinggi besar dan gagah (beneran deh, emak gw itu gagah banget). Melihat Pakde jalan di depan saya, seperti melihat mami dari belakang. Saya rasa, pakde pake sorban pun akan saya peluk erat dari belakang karena kebayang mami dengan jilbabnya. Hehehehe.
Dari Jabal Uhud kami melanjutkan perjalanan ke Percetakan Al-Quran. Tapi antrian untuk masuk ke dalamnya sangat panjang. Selain itu, hanya jemaah laki-laki yang boleh masuk ke dalamnya. Perempuan hanya boleh menunggu di luar, di area pertokoan. Rombongan memutuskan untuk tidak berhenti disini, dan kami pun kembali melanjutkan perjalanan.
Begitupun saat lewat di depan Mesjid Qiblatain. Kami hanya memandangi dari dalam bus saja.
Menurut wikipedia dan cerita pak ustadz: Pada masa permulaan Islam, kaum muslimin melakukan salat dengan menghadap kiblat ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina. Pada tahun ke-2 H bulan Rajab saat Nabi Muhammad saw melakukan salat Zuhur di masjid ini, tiba-tiba turun wahyu surat Al-Baqarah ayat 144 yang memerintahkan agar kiblat salat diubah ke arah Kabah Masjidil Haram, Mekah. Dengan terjadinya peristiwa tersebut maka akhirnya masjid ini diberi nama Masjid Qiblatain yang berarti masjid berkiblat dua.
Gak kesampaian juga ke Jabal Magnet, karena lokasinya lumayan jauh. Konon, Jabal Magnet ini merupakan pusat magnet terbesar di dunia. Banyak supir bus yang mematikan mesin pada suatu ruas jalan yang menurun, dan bus tsb berjalan sendiri. Tidak, bukan berjalan maju ke arah yang menurun itu, tapi berjalan mundur mendaki ke atas! Ada yang bilang itu bukan magnet, tapi hanya ilusi optik. Entah lah, kami tidak menyaksikan langsung saat itu. Bagi saya, hal ini tanda kebesaranNYA supaya kita makin memperkuat iman.
Rombongan memutuskan untuk kembali ke hotel. Lebih baik waktu yang tersisa kami habiskan di Mesjid Nabawi sambil menunggu adzan dzuhur.
Besok kami berangkat ke Mekah. Ditunggu cerita lanjutannya ya!
Seluruh posting tentang Umroh bisa dibaca disini: http://www.masrafa.org/category/jalan-jalan/umroh/
2 thoughts on “Umroh part 3 – Ziarah Madinah”
tetep jilbabnya gaya mbak
Masih dengan setia menunggu lanjutannya, Mbak.
Biar makin kuat niat mau ke sana.