Umroh, the journey
Puji syukur kami berkesempatan memenuhi panggilanNYA untuk datang ke baitullah selama 9 hari. Keinginan tersebut sudah datang 2 tahun terakhir. Pelaksanaannya baru bisa dilakukan tahun ini, karena kami fokus mempersiapkan Fayra masuk SD sebelum kami bisa berangkat ibadah. Setelah urusan SD Fayra selesai kami langsung mempersiapkan diri lahir batin, uang dan orang-orang yang kami tinggal selama perjalanan ini.
Kemudahan demi kemudahan terjadi. Segala urusan administrasi SD Fayra sudah selesai di bulan Februari. Periode bulanan saya tiba-tiba maju 10 hari, hal ini tentu menghindarkan saya dari konsumsi obat-obatan untuk mengatur hormon. Sekolah anak-anak kebetulan libur mid semester, ambil raport pun dijadwalkan 1 hari sebelum kami berangkat. Fitting seragam SD Fayra ko ya tiba-tiba dijadwalkan sekolah setelah ambil raport Fayra. Jadwal launching project pertama saya di kantor baru juga dimajukan 1 minggu sebelum keberangkatan. Masguh yang harusnya tugas ke Singapore, ternyata diundur bulan April. Subhanallah, semua terjadi atas ijinNYA tanpa kami duga.
Alhamdulillah tidak ada hambatan fisik selama kami disana. Awalnya semua orang khawatir terhadap lemahnya tubuh saya, eh sampai sana malah Masguh yang mengkhawatirkan. Dalam pesawat perjalanan dari Jakarta menuju Jedah, Masguh mimisan. Dan darah terus keluar sampai di hotel. Semua suplemen langsung dilahap, badan pun langsung direbahkan. Bersyukur hari berikutnya sampai kami pulang ke Jakarta lagi, Masguh sehat. Kaki saya memang sempat bengkak, tapi masih dalam tahap wajar dan tidak menghambat prosesi ibadah.
Rupanya benar apa yang disampaikan beberapa orang bahwa ibadah umroh dan haji adalah ibadah fisik. Semakin muda umur kita, semakin baik dan mudah pelaksanaannya. Karena tubuh kita masih punya stamina yang bagus, kesehatan dan kekuatan sangat memadai.
Perjalanan darat antar kota Jedah – Madinah – Mekah, memakan waktu 4-6 jam. Sangat menguras tenaga walau hanya duduk di dalam bus. Sampai hotel jam 11 malam di Mekah pun langsung dilanjutkan dengan umroh sampai jam 2 dini hari.
Ibadah rutin sholat 5 waktu , kita lakukan dengan mondar mandir ke mesjid demi mengejar pahala di mesjid Nabawi yang seribu kali dari mesjid lain dan 100rb kali utk Masjidil Haram. Meski penginapan berlokasi tepat di pintu mesjid, tetap saja harus menyeret kaki di sepanjang pelataran mesjid yang sangat luas. Pelataran Mesjid Nabawi luasnya 135.000 m², sementara luas Masjidil Haram saat ini 365.000 m². Gimana nanti saat renovasi Masjidil Haram selesai ya? Konon di tahun 2020, Masjidil Haram akan diperluas menjadi 587.250 m². Kebayang jauhnya dari halaman sampai masuk ke dalam.
Belum lagi untuk ibadah utama Umroh yaitu Tawaf dan Sa’i. Tawaf adalah suatu ritual mengelilingi Ka’bah (bangunan suci di Mekkah) sebanyak tujuh kali. Sa’i adalah ritual berjalan kaki (berlari-lari kecil) bolak-balik 7 kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah sepanjang 405 meter. Jamaah haji/umrah yang melakukan Sa’i harus melalui jalur tersebut dengan total jarak yang ditempuh antara Shafa dan Marwah adalah 7 x 405 m = 2.835 meter. Ritual umroh (tawaf + sholat 2 rakaat di belakang makam nabi Ibrahim AS + sa’i) tanpa istirahat, membutuhkan waktu 1,5 jam.
Tawaf juga dilakukan sebagai pengganti sholat tahiyatul mesjid. Jadi setelah umroh kami selesaikan jam 2 dini hari, esok hari sebelum sholat dhuha saya dan Masguh melakukan tawaf lagi. Hari berikutnya kami melakukan umroh ke 2, sementara hari berikutnya lagi kami sudah harus melakukan tawaf wa’da (perpisahan) sebelum kembali pulang ke Jakarta. Sungguh gempor kaki ini, makanya sempat bengkak. Tapi berbekal dopping yang memadai (balsem atau param kocok itu wajib ya! hehehehe), alhamdulillah kami bisa melakukannya tanpa hambatan berarti.
Sungguh, Ka’bah itu hanyalah sebuah bangunan kotak hitam yang sangat biasa. Terlebih jika kita melihatnya hanya dengan retina tanpa hati. Semua persiapan fisik yang kita lakukan, tidak ada artinya jika kita tidak membawa serta hati kita yang yakin akan keESAan dan kebesaran Sang Pencipta. Tubuh kita hanya lah perantara yang mengantarkan hati kita memenuhi panggilanNYA. Jangan sampai kita sudah jauh-jauh mengunjungi Baitullah, wajah kita kering tanpa airmata … hati kita diam tanpa getaran haru.
Pertama kali masuk halaman Mesjid Nabawi, mata saya sudah berkaca-kaca. Seakan tak percaya bisa menjejakan kaki di tempat mulia. Begitu di Mekah masuk ke dalam Masjidil Haram dan melihat Ka’bah, airmata tak terbendung lagi. Saya dan Masguh menangis dan terus menangis. Sesaat kami lupa pada daftar do’a yang sudah dibuat. Kami hanya sanggup memohon ampun atas segala dosa yang pernah kami lakukan *ngelap mata sambil ngetik* dan melirihkan:
Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanatawwaqina a’dza bannar …
Setelah sholat 2 rokaat di belakang makam Nabi Ibrahim AS, kami pun berdoa. Tetap dengan cucuran airmata tentunya. Saat itu lah proposal hidup kami panjatkan … titipan doa saudara dan teman-teman kami sampaikan … semua masalah kami bisikan … semua harapan kami sebutkan. Sampai bengep mata ini karena kebanyakan mengeluarkan airmata.
Cerita lengkap dan detilnya, akan saya bagi beberapa posting nanti yah. Semoga tidak bosan membacanya.
Ada yang bilang Umroh adalah bentuk luas dari sedekah. Dan Allah SWT tidak mengurangi harta hambaNYA yang bersedekah. Justru DIA akan menggantinya berkali lipat.
Saat di airport Jedah menanti pesawat pulang, Masguh menerima SMS yang menginformasikan ada dana masuk di rekening banknya. Subhanallah jumlah bonus dari kantor Masguh, tepat sesuai dengan jumlah uang yang kami keluarkan untuk Umroh. Allah SWT membayar kontan! Bahkan ketika kami belum sampai di Jakarta. Mata kami langsung berkaca-kaca.
Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar …
Teringat salah seorang ustad bilang “Umroh lah, mengeluarkan uang untuk umroh tidak akan membuat kamu miskin. Niscaya kalian akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Insya Allah”
Terima kasih ya Rabb, atas jamuan yang Engkau berikan kepada kami. Jangan jadikan perjalanan ini masa terakhir kami dengan rumahMU. Ijinkan kami untuk kembali, bersama anak-anak, orang tua dan keluarga kami.
It’s a great journey indeed and I’m sure I’m gonna miss it. Betapa cepatnya 9 hari berlalu. Betapa damainya hati kami berada di baitullah. Betapa rindunya kami untuk kembali.
Perjalanan pulang 9 jam di pesawat menuju Jakarta, kami berusaha istirahat. Tidur sambil membayangkan 2 mahluk menggemaskan yang sangat kami rindukan ini:
Insya Allah kami akan membawa kalian ke Baitullah, nak! Pada saatnya nanti, insya Allah.
Amin ya Rabb.
Seluruh posting tentang Umroh dan persiapannya bisa dibaca disini: http://www.masrafa.org/category/jalan-jalan/umroh/