Berpetualang Bersama Anak Lanang
Saya suka dengan kegiatan ekstrim yang memacu adrenalin. Sejak SMP saya suka naik motor, saat STM saya suka naik gunung, awal kerja kantoran saya suka rafting. Saya mempunyai impian saat punya anak lelaki nanti, akan saya ajak berpetualang berdua.
Beberapa hari setelah ulang tahun Rafa ke 13, saya mengajaknya untuk mengikuti One Day Trip ke Pulau Seribu. Saya bilang ke Rafa “sebelum kita backpacking menyusuri jalur Indo-China dan Eropa … kita nikmati trip berdua pertama ke pulau seribu dulu ya, mas”
Kami bergabung bersama 13 orang dalam trip yang diselenggarakan oleh komunitas backpaker. Kami membayar 155ribu per orang, dan diminta berkumpul di Rawa Buaya – Cengkareng. Kebetulan ada teman kantor yang ikut juga dan seorang supplier dari China yang bareng kami berangkat dari BSD.
Kami naik kereta Commuter Line jam 5:30 pagi ke Tanah Abang, kemudian lanjut bajaj ke Harmoni, trus naik bus Trans Jakarta sampai Rawa Buaya. Di sana panitia membawa kami naik mobil sewaan ke perkampungan nelayan di daerah Muara Kamal. Sekitar jam 9 pagi kami berangkat menggunakan kapal kayu bermesin.
Para peserta lain dan 2 tour guide tidak ada yang percaya kalau Rafa adalah anak saya. Perawakan Rafa yang menjulang dan wajahnya yang mirip saya, membuatnya dipercaya sebagai adik daripada anak. Saya pun berbisik “ok, you can call me ‘mbak de’ for today, mas” Rafa cuma nyengir aja.
Perjalanan dari Muara Kamal sampai ke pulau pertama hanya ditempuh selama 15-20 menit. Tidak sejauh kalau kita berangkat dari Angke. Rafa sangat menikmati perjalanan dan asyik mengabadikan pemandangan dengan kamera kecilnya.
PULAU KELOR
Ini adalah pemberhentian kami yang pertama. Pulau ini dahulu dikenal dengan nama Pulau Kherkof. Di pulau ini terdapat peninggalan Belanda berupa galangan kapal dan benteng yang dibangun VOC untuk menghadapi serangan Portugis di abad ke 17. Di sini juga terdapat kuburan Kapal Tujuh atau Sevent Provincien serta awak kapal berbangsa Indonesia yang memberontak dan akhirnya gugur di tangan Belanda.
Kami diberikan waktu sekitar 30 menit untuk berkeliling pulau kecil ini yang pastinya dimanfaatkan seluruh peserta untuk foto-foto. Tour Guide nya sangat ramah dan selalu menawarkan diri untuk jadi tukang foto. Tinggal serahkan kamera dan henpon kita ke 2 mbak tour guide, mereka dengan cekatan jeprat-jepret dan minta kita berpose sesuai arahannya.
Walau tidak berpenghuni, pulau ini cukup bersih. Ada petugas yang standby dari pagi sampai sore menjaga pulau ini. Makin siang, kapal yang merapat semakin banyak. Pengunjung juga tambah rame. Makin susah foto-foto karena semua spot cantik sudah ada orang yang lagi pasang aksi berbagai gaya foto. Kami pun beranjak naik ke kapal untuk melanjutkan perjalanan ke pulau berikutnya.
PULAU RAMBUT
Pulau Rambut terkenal juga dengan nama Pulau Kerajaan Burung yang luasnya mencapai 45 hektar. Pada keadaan biasa, diperkirakan sekitar 20.000 burung hidup di pulau ini. Di bulan Maret sampai September, jumlah itu meningkat menjadi hingga 50.000 burung. Burung-burung itu diperkirakan datang dari Australia. Karena itu pemerintah menjadikan pulau ini sebagai tempat konservasi atau cagar alam burung.
Setelah menunggu sekitar 10 menit, akhirnya petugas datang dari pulau sebelah. Pulau Rambut ini tidak berpenghuni juga, petugas datang ketika dibutuhkan saja. Beliau membuka kunci pagar dan mengajak kami menyusuri hutan bakau atau mangrove lalu melewati beberapa pohon tua yang katanya sudah berusia puluhan tahun. Di tengah pulau terdapat menara pengamat yang bisa dinaiki sampai dengan 15 orang.
Rafa naik ke atas, sementara saya dan seorang peserta yang takut ketinggian menunggu di bawah. Setelah operasi saya tidak boleh banyak naik tangga oleh dokter, karena itu saya tidak ikut naik. Rafa bilang pemandangan di atas sungguh cantik. Belum lagi mendengar indahnya kicauan aneka burung yang kata petugas terdapat sekitar 50.000 ekor burung dari sekitar 50 spesies yang ada di pulau ini.
PULAU UNTUNG JAWA
Ini adalah pulau terakhir yang kami kunjungi. Matahari sudah mulai berada tepat di atas kepala, saat kami merapat ke Pulau Untung Jawa. Perut kami pun bergejolak minta diisi. Kami bertanya ke beberapa penduduk di sekitar dermaga, dimanakah tempat makan yang enak? Mereka menjawab BU SANI sambil mengacungkan jempolnya.
Gak salah memang petunjuk dari mereka. Kami puas banget menyantap masakan bu Sani. Nasi putih ditemani dengan tumis kangkung, cumi goreng tepung, udang saos padang, ikan bakar, sambal lalapan dan kelapa butir untuk kami berlima hanya merusak dompet sebesar 280rb rupiah saja. Porsi yang disajikan juga lumayan besar. Kami tidak mampu menghabiskan semuanya.
Setelah makan kami sholat dzuhur di mushola dekat warung Bu Sani. Rafa ganti kaosnya yang basah oleh keringat. Saya tawarkan Rafa untuk ikut aneka permainan air seperti banana boat, jetski, dll tapi Rafa menolak. Selain karena sudah pernah merasakan sebelumnya, Rafa malas untuk basah-basahan. Saat wudhu air kran terasa asin, kebayang kalo mandi pakai air asin badan akan terasa lengket meski sabunan.
Seorang teman yang tau kami pergi ke pulau seribu mengirim pesan “Jakarta hujan deras banget. Kalian gimana di sana?”
Memang terlihat awan gelap sekali ke arah Jakarta. Saya juga bertanya ke pemilik kapal, bagaimana kalau hujan turun apakah kami bisa kembali sore ini juga.
Beliau bilang “kalo hujan ya gak berani jalan. Mending kita tunggu sampai tidak hujan baru kembali ke Jakarta“. Khawatir juga karena semakin sore menjelang malam, ombak akan semakin besar.
Alhamdulillah hujan tidak turun sama sekali. Kami bisa meneruskan perjalanan kembali ke Muara Kamal dengan lancar. Bahkan kami mendapat bonus berupa pemandangan pelangi yang sangat indah.
Teman perjalanan kami melontarkan ide “habis ini kita pergi ke Papandayan – Garut yuk”
Rafa langsung senyum lebar “yuk ma, kita jalan lagi”
OK mas, kita minta ijin papa dan Fayra dulu yaaaaa.