Browsed by
Tag: Jalan-jalan ke Pontianak

Suatu hari di Pontianak

Suatu hari di Pontianak

Lagi buka-buka folder LIBURAN di hard-disk, nemu subfolder PONTIANAK yang fotonya diambil tahun 2009 tapi kaya nya belum pernah di publish. Tujuan utama ke Pontianak saat itu bukan untuk liburan, tapi bukan de namanya kalo singgah ke suatu tempat tanpa memanfaatkannya untuk jalan-jalan. Pontianak tidak begitu besar, semua jalan-jalan ini dilakukan hanya dalam waktu 1 hari aja. Semua foto dibawah diambil dari kamera handphone, jadi maaf kalo agak buram.

Terminal 3 BUISH (Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta)

Saat itu pertama kalinya saya mengunjungi Terminal 3 yang memang baru dibuka tahun 2009. Pembangunan selesai 15 April 2009, saya kesini 22 Mei 2009. Bandar udara ini dirancang oleh arsitek Perancis Paul Andreu, yang juga merancang bandar udara Charles de Gaulle di Paris.

Penampakan interiornya minimalis modern. Bermandikan cahaya alami karena banyak dinding kaca. Tidak suram dan kusam seperti pada Terminal 1 dan 2. Kursi tunggu dan karpetnya masih gres, anyar, kinclong banget. Yaiyalah, baru sebulan sebelumnya beroperasi. Gak tau deh penampilannya sekarang ini. Belum pernah kesana lagi.

Kalau melihat Master Plan diatas, kebayang suatu hari nanti Internasional Airport kita akan keren banget yah. Transportasi menuju bandara akan dilengkapi dengan kereta api semacam Airport Express di negara lain. Semoga aja beneran terwujud.

Pontianak

Nama Pontianak dipercaya ada kaitannya dengan kisah dongeng Syarif Abdurrahman yang sering diganggu oleh hantu Kuntilanak ketika beliau menyusuri Sungai Kapuas. Menurut ceritanya, Syarif Abdurrahman terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu itu sekaligus menandakan dimana meriam itu jatuh, maka disanalah wilayah kesultanannya didirikan. Peluru meriam itu jatuh melewati simpang tiga Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang kini lebih dikenal dengan Beting Kampung Dalam Bugis Pontianak Timur atau kota Pontianak.

Sungai Kapuas

Kota Pontianak dilalui oleh sungai terbesar dan terpanjang di Indonesia yaitu Sungai Kapuas. Sungai ini merupakan rumah dari lebih 300 jenis ikan dengan total panjang sungai 1.143 km. Kebetulan saya menginap di hotel yang berada di pinggiran sungai. Saya menikmati sarapan sambil memperhatikan lalu lintas kapal di sungai ini.

Tugu Khatulistiwa

Pontianak juga dilintasi oleh garis khatulistiwa yang ditandai dengan Tugu Khatulistiwa di Pontianak Utara. Letaknya sekitar 3KM dari pusat kota, ke arah kota Mempawah. Menurut catatan di dalam gedung ini, tanggal 31 Maret satu ekspedisi Internasional yang dipimpin oleh seorang ahli Geografi berkebangsaan Belanda datang untuk menentukan titik/tonggak garis equator di kota Pontianak. Tonggal awal dibuat dengan anak panah.

Tahun tahun 1990, Tugu Khatulistiwa kembali direnovasi dengan pembuatan kubah untuk melindungi tugu asli serta pembuatan duplikat tugu dengan ukuran lima kali lebih besar dari tugu yang aslinya. Peresmiannya pada tanggal 21 September 1991.

Peristiwa penting dan menakjubkan di sekitar Tugu Khatulistiwa adalah saat terjadinya titik kulminasi matahari, yakni fenomena alam ketika Matahari tepat berada di garis khatulistiwa. Pada saat itu posisi matahari akan tepat berada diatas kepala sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda dipermukaan bumi. Pada peristiwa kulminasi tersebut, bayangan tugu akan “menghilang” beberapa detik saat diterpa sinar Matahari. Demikian juga dengan bayangan benda-benda lain disekitar tugu. Peristiwa titik kulminasi Matahari itu terjadi setahun dua kali, yakni antara tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September.

Kuliner Pontianak

Pisang goreng Pontianak sangat terkenal. Setiap sore menjelang magrib, jajaran tukang gorengan di pinggir jalan selalu dipenuhi dengan anak muda. Sebuah gorengan dijual dengan harga Rp 1,000 – 2,500 tergantung dari ukurannya. Pisangnya memang manis-manis, dan biasanya dioles selai srikaya diatasnya. Enak banget deh makan gorengan ditemani teh manis hangat atau secangkir kopi.

Yang unik adalah bakso nya. Seporsi bakso disini, biasanya dilengkapi dengan kwetiaw dan jeruk kecil. Bukan jeruk nipis ya, tapi jeruk manis pontianak yang ukurannya mini. Nah kalau kita mau baksonya pakai mie kuning biasa atau bihun, jangan lupa menyebutnya saat pesan. Karena kalau kita gak bilang, akan dihidangkan dengan kwetiaw.

Udara di Pontianak sangat panas. Enaknya kalo siang minum es lidah buaya. Awalnya saya khawatir akan lendir yang biasanya keluar saat kita memotong lidah buaya. Tapi ternyata setelah jadi minuman, enak banget! Gak terasa lendir sama sekali. Saat digigit, krenyes-krenyes seperti makan nata de coco. Lidah buaya disini besar banget deh. Selembarnya bisa seukuran betis saya. Cara bikinnya gampang juga: kupas kulitnya, potong kotak-kotak dagingnya, rebus dalam air gula. Sekarang minuman ini diproduksi dan dikemas secara profesional, bahkan sampai di eskpor juga loh.

Keraton Kadriah

Keraton Kadriah pertama kali dibangun oleh Sultan Pontianak keenam, Sultan Syarif Mohamad Alkadrie pada 1923. Beliau memerintah 1895-1944. Keraton ini berdiri di atas tanah seluas 9.800 meter persegi. Bangunannya terdiri atas pendopo, balai, dan 8 ruang utama. Di atap depannya bertuliskan “Istana Kadriah” dalam bahasa Arab.

Di dalam keraton ini tersimpan beberapa benda bersejarah peninggalan sang sultan antara lain pakaian kesultanan dari sultan-sultan yang berbeda, tahta kesultanan, tongkat penobatan, meriam, dan ranjang tidur antik. Yang paling menarik singgasana sultan yang berwana kuning keemasan dan cermin seribu wajah berukuran besar.

Melihat foto-foto keluarga di sini, saya langsung paham dari mana asal kegantengan dan kecantikan para keturunan keluarga kesultanan Pontianak hehehe. Ternyata salah satu Sultan pernah menempuh pendidikan di Belanda dan mendapat istri seorang wanita Belanda. Kebayang kan campuran melayu – china – dayak – belanda … ganteng dan cantik aja gitu deh.

Lihat foto lambang negara kita di salah satu dinding keraton? Ya itu karena pembuat lambang Burung Garuda adalah Sultan Hamid Alkadrie II. Konon Presiden pertama RI Sukarno membuat sayembara lambang negara dan menerima hasil dua buah gambar rancangan lambang negara yang terbaik. Yaitu Burung Garuda karya Sultan Hamid II dan Banteng Matahari karya Muhammad Yamin. Namun, yang diterima oleh Presiden Sukarno adalah karya Sultan Hamid II dan karya Muhammad Yamin ditolak.

Sayang sekali perhatian pemerintah setempat terhadap bangunan ini sangat minim. Keraton tidak dirawat. Hanya dibersihkan semampunya oleh keluarga keturunan sultan. Barang-barang banyak yang berdebu, kayu-kayu sudah pada reyot, rumput di halaman tidak rapih. Sangat memprihatinkan.

Kalau masuk ke sini, siapkan receh karena banyak orang yang minta uang di depan bangunan keraton. Mereka sekedar menyapu, menata alas kaki kita di anak tangga, membantu parkir kendaraan. Ada juga yang berjualan cindera mata seperti aksesoris, sarung tenun, dll.

Museum Kalimantan Barat

Sudah menjadi kebiasaan saya, pasti tidak melewatkan museum yang ada di daerah manapun yang saya kunjungi. Museum Negeri Propinsi Kalimantan Barat ini terletak di Jalan Jendral Ahmad Yani. Bangunan museum terbagi atas tiga ruang pamer. Ruang pengenalan memamerkan koleksi geologi, pertambangan, foto-foto situs dan artifak di Kalbar. Selain itu bermacam koleksi arkeologi, historika berupa pakaian raja, bangsawan dan lainnya. Di ruang Etnografi terdapat koleksi etnografi Suku Dayak dan Melayu antara lain peralatan rumah tangga dan kesenian. Sedangkan di ruang keramik bermacam keramik dari China, Thailand, dan keramik lokal.

Di bagian belakang Museum terdapat replika jangkar kapal dagang asing, miniatur rumah lanting, miniatur lumbung padi, miniatur perahu lancang kuning, miniatur gazebo, dll.

Begitulah pengalaman saya seharian menikmati Pontianak. Sayangnya gak sempat ke salah satu kuil disana, penasaran mo lihat seperti apa dalamnya.

Yang kaget begitu menjelang magrib, daerah perumahan menjadi sangat berisik. Suaranya seperti berada dalam pangkalan bajaj. Ternyata karena setiap rumah di Pontianak memiliki mesin genset dan hampir setiap hari listrik mati. Jadi begitu hari akan gelap, semua rumah menyalakan genset untuk penerangan dalam rumah. Gimana rasanya tidur dengan suara seperti itu yah?