Browsed by
Tag: Dieng

Rafayra ke Desa

Rafayra ke Desa

Alhamdulillah di penghujung liburan Juni-Juli 2011 ini, mama papa berhasil menyamakan waktu cuti dikantor masing-masing. Walau mepet menjelang tanggal masuk ke sekolah, tapi kami sempatkan untuk berlibur ke luar kota. Tujuan awal kami Joglosemar (Jogja – Solo – Semarang). Tapi karena cuma punya waktu 4 hari (sabtu – minggu – senin – selasa), kami gagal melanjutkan perjalanan ke Solo dan Semarang.

Untuk memberikan pengalaman baru pada Rafa dan Fayra, kami sempatkan untuk menginap di rumah salah satu tante saya di Wonosobo (sekitar 2 jam dari Jogja). Tante saya ini memutuskan untuk menghabiskan masa tua nya seorang diri dengan hidup sederhana di sebuah desa kecil. Awalnya keluarga kami tidak percaya dengan keputusannya, mantan seorang wanita karir memilih hidup sendiri secara sederhana di desa kecil yang bukan tanah kelahirannya.

Saya bercerita sedikit tentang tante yang saya kagumi ini yah:

Dulu tante saya adalah seorang perawat gigi, menikah dengan seorang angkatan Laut dan mendapat tugas di Lampung. Kemudian saat suami meninggal dunia ketika menuaikan tugasnya, tante saya pindah ke Jakarta dan menjadi perawat klinik gigi di RS Angkatan Laut. Setelah selesai masa baktinya, tante memutuskan untuk tinggal di Wonosobo kampung halaman almarhum suaminya. Sampai anak bungsunya meninggal dan dikuburkan bersebelahan dengan ayahanda. 2 anaknya yang lain sudah menikah dan tinggal di kota lain, beberapa kali dalam sebulan tante mengunjungi mereka. Sekarang tante saya tinggal di rumah sederhana (ruangan rumah seperti apartemen model studio) dan memutuskan untuk menjadi vegetarian. Kegiatannya hanya fokus untuk agama dan bersosialisasi dengan penduduk sekitar desa. Setiap bulan tante harus ke kota untuk mengambil uang pensiun, lalu belanja daging dan pulang ke rumah tante akan masak-masak untuk dibagikan ke para tetangga. Hampir setiap pagi tetangga yang habis memetik sayuran dikebun masing-masing, meletakan sebagian dari hasil petiknya di pagar rumah tante saya. Hidup sederhana, tak pernah kekurangan, tak pernah kehabisan walau uang pensiun selalu habis untuk dibagi-bagikan. What a life! I really envy her. Semoga Allah SWT selalu memberkahi hidupnya.

Sebelum berangkat saya sudah menceritakan ke anak-anak bahwa kami akan mengajak mereka merasakan tinggal di sebuah desa kecil di kaki bukit. Mereka sangat bersemangat. Sampai disana, terlontar ucapan-ucapan lucu dari mulut Rafa dan Fayra:

Ma, tadi aku lihat gunung. Kok sekarang gunungnya hilang

Mereka tidak sadar bahwa saat itu mereka berada di atas gunung yang tadi mereka lihat di jalan. Hehehe

Sore hari kami bermain ke sawah. Saya tunjukan ke Fayra bulir padi. Saya biarkan Fayra memetik salah satu bulir padi, memegangnya dan mencoba mengupas. Saya ceritakan proses perubahan padi menjadi beras untuk kemudian dimasak menjadi nasi.

Saat mau tidur saya minta anak-anak untuk ganti baju tidur (kaos dan celana panjang). Untuk Rafa yang udah susah dapat piyama berukuran badan remaja, tetap pakai kaos + celana pendek biasa. Rafa melengkapi balutan tubuhnya dengan sebuah sarung.

Rumah ini aneh ya, Ma. Gak pake AC tapi dingin banget

Esok pagi nya setelah sholat subuh dan sebelum mandi, kami bawa anak-anak ke sungai di belakang rumah. Karena musim kemarau, air sungai sangat dangkal. Tidak berbahaya untuk anak-anak turun ke batu kali disana.

Setelah puas main cipratan air sungai yang bening, kami menyusuri beberapa kebun sayur di sekitarnya. Kami sempat melihat beberapa penduduk desa sedang memecah batu kali untuk dibuat kerikil kecil. Mereka angkut dari pinggir sungai pakai ember, sampai atas mereka masukan ke dalam gerobak dan dikirim ke penjual batu.

Rafa bilang “walo gak ada PS (play station), main katapel – turun ke sungai – metik sayuran. Seru juga ya, Ma

Sepanjang jalan menuju rumah, anak-anak penasaran “ini bau apa, Ma? aneh tapi enak

Saya jelaskan bahwa ini yang dinamakan bau tanah basah kena embun. Harum tapi agak aneh di hidung.

Kemudian kami kembali ke rumah untuk mandi. Saat mencelupkan tangannya ke air dalam gayung, Fayra nyeletuk:

Mama gimana sih, air es kok dipake untuk mandi. Aku kedinginan nih

Akhirnya saya rebus air panas dulu, untuk dicampur ke ember mandi anak-anak.

Setelah mandi dan sarapan, kami melanjutkan perjalanan ke puncak Dieng. Kami sempat berhenti beberapa kali ditempat yang menarik untuk anak-anak. Salah satunya kebun bawang merah. Mereka sempat mematahkan salah satu daun, untuk mengetahui bau bawang.

Yang sedih saat Fayra bertanya “kenapa sih Allah SWT kasih aku alergi bunga?” Tapi tetap aja nekat main bunga tiup sama mas Rafa. Untungnya gak bentol atau gatal. Fay bilang “ini kan rumput, bukan bunga. Gak berwarna kok, Ma

Alhamdulillah gak salah pilihan kami membawa Rafa dan Fayra untuk setidaknya merasakan satu malam tinggal di desa. Banyak pengetahuan baru yang mereka dapatkan dari mengamati lingkungan dan penduduk desa. Semoga pengalaman ini berbekas pada diri mereka.

Setidaknya Fayra sudah terpuaskan karena pertanyaan “Salak itu gimana cara buatnya sih, Ma? kok enak banget” , akhirnya terjawab ketika kami sempatkan untuk berkunjung ke kebun salak. Karena pohon salak penuh duri, anak-anak tidak bisa memetik buahnya secara langsung. Alhamdulillah malah dikasih 5kg oleh pemilik kebun. Sudah bersih dari duri, tinggal kupas dan makan. Jadi cemilan di mobil selama perjalanan.

Karena sudah capek dan tepar semua bobo dimobil, kami kembali ke Jakarta malam itu juga. Besok paginya ada orientasi gedung sekolah baru anak-anak. Satu baris kursi di belakang mobil kami penuh dengan pemberian penduduk desa yang tinggal disekitar rumah tante saya. Dari mulai salak, tomat, terong, kerupuk mentah, dan berbagai makanan lain. Ah senangnya, alhamdulillah perjalanan kali ini benar-benar berkesan.

PS: Saya akan becerita tentang Dieng di postingan yang berbeda yah. Karena ada beberapa objek wisata yang akan saya jelaskan lebih rinci.