Smart enough to use Smartphone

Smart enough to use Smartphone

Beberapa waktu lalu, saya menerima SMS dari seorang teman yang bertanya

“De, ini cara masukin kartu ke device yang kemarin gw pinjem gimana yah?”

Waduww, masih ada aja loh pertanyaan keik gini. Harusnya tanya pas kemarin terima barangnya.

Lalu gatel lah tangan saya untuk nulis tentang kesiapan mental manusia dalam menggunakan teknologi mutakhir. Tipis loh bedanya GAK TAU ama GAK MAU TAU.

MamaBerry dan FayraBerry (foto diambil tahun 2009)

Smartphone diartikan dalam bahasa kita menjadi Telepon Pintar. Karena selain bisa digunakan untuk telepon, bisa digunakan untuk berbagai kepentingan lain (browsing internet, email, chatting, main game, dll). Gak salah sih kalo pake henpon untuk gaya. Tapi cari tau dulu yuk, cara pakenya sebelum bergaya.

Saya pernah bercerita kejadian lucu di postingan Flu Bebe.

Dulu pernah juga kejadian saat launching BlackBerry di kantor lama. Ada seorang pejabat yang telpon dengan nada panik “how to unlock this phone?” Padahal beliau sudah pakai produk itu sebulan loh. Jadi selama itu gak pernah di lock?

Jaman nokia communicator pertama kali keluar, ada pejabat di kantor yang terima telepon dengan posisi speaker kebalik. “Mana nih gak ada suaranya? Rusak nih telepon”. Eiit sebelum dibuang, mending kasih henponnya ke saya deh pak.

Saya bekerja di dunia telekomunikasi sejak 1996, dimana harga henpon dan kartunya masih sangat mahal. Saat itu kalo ada orang bawa henpon di mall, kaya’nya keren banget. Saat berbicara, suara agak dikencengin. Biar tampak gaya. Hehehe

Tahun 2002 – 2005, saya masih menerima pertanyaan seputar “De, mendingan gue pake POSTPAID atau PREPAID?”

Sekarang pertanyaan itu sudah tidak muncul lagi, sejalan dengan pertumbuhan jumlah pelanggan prabayar yang mencapai 90% di Indonesia. Cuma di negara ini loh yang jumlah pelanggan prabayar nya mendominasi. Sementara di negara lain, masih berlaku sistem kontrak dengan operator. Kita mendapatkan henpon gratis, tetapi dengan minimal pembayaran tagihan per bulan senilai sekian selama 1-2 tahun. Justru di Indonesia, sistem seperti ini kurang laku tuh.

Setelah itu (tahun 2006-2009) pertanyaan orang mulai bergeser “De, bagusnya gue pake henpon merek apa sih?”

Meningkat nih, dari tanya kartu ke henponnya. Orang sudah mulai memilih henpon yang akan digunakan. Kepercayaan orang terhadap sebuah merek henpon sangat tinggi. Persediaan barang di pasar juga berlimpah, baik henpon baru maupun yang bekas. Begitu juga dengan produk grey market (tidak resmi diperjualbelikan untuk Indonesia), jumlahnya meningkat pesat.

Sekarang (tahun 2010 – 2012) pertanyaan sudah bukan lagi tentang kartu atau merek henpon, tapi lebih ke Operating System “De, kelebihan aipon – bebe – android tuh apa sik? enaknya gue pake yang mana?”

Pergeseran bentuk pertanyaan ini menandakan orang semakin pintar yah. Seiring waktu alat komunikasinya juga berkembang tambah cerdas. Kegunaan alat telekomunikasi juga bergeser. Tidak cuma dipakai karena butuh, tapi juga dibeli sebagai bagian dari gaya hidup dan eksistensi dalam pergaulan di masyarakat. Orang bisa menilai tingkat ekonomi orang lain, dari henpon yang digunakannya. Bisa dibilang, smartphone lambang pergaulan masa kini deh.

Mbak di rumah aja, waktu titip minta tolong dibelikan henpon sempat berpesan ke saya “pokoknya cariin yang bisa moto dan dengar lagu ya, bu”

Tuh, gaya kan?

Henpon yang paling baru dan mahal, tentunya makin canggih. Tapi apa harus kita beli yang paling baru dan mahal?

Untuk menggunakan henpon pintar, coba kita tambah kepintaran diri kita juga. Jadi saat menggunakannya, mental sebagai pengguna henpon pintar juga sudah siap. Kalau kita gak siap mental dan cukup pintar untuk menggunakan henpon pintar, waspada aja jadi bahan ketawaan orang lain. Makin pintar henpon, makin complicated juga loh.

Untuk memilih dan membeli henpon, coba tanya ke diri sendiri dulu “butuhnya untuk apa aja? budget nya berapa?”

Jangan sampe maksain diri untuk punya henpon yang terbaru dan termahal.

Kemudian coba pahami spesifikasi henpon yang menjadi pilihan kita.

Misalnya kamera, sejauh apa kita butuhnya? Cukup 2 megapixel atau beneran butuh sampai 8 Mpx? Cukup dengan fixed focus, atau memang butuh yang auto focus?

Ada teman yang pamer “gue beli aipon yang memory nya 32GB loh, de!”

Saya cuma tanya balik, “trus kenapa? memangnya mo punya aplikasi apa aja sampe butuh memory sebesar itu? Mo nyimpan lagu, foto dan video berapa banyak sik? lagian, emang bisa pake itunes nya?” hehehe silet yah

Ada teman lain yang juga pamer “henpon android gue udah Ice Cream Sandwich loh, de! Paling anyar nih”

Saya balik tanya “Emang tau bedanya tiap versi android? Beda ICS ama Froyo apa coba?”

Sebaiknya pahami dulu versi firmware dan perubahannya. Kalau sudah tau perbedaannya, coba cek firmware tsb butuh hardware apa saja. Jangan asal upgrade firmware juga, dari pada henponnya rusak. Karena setiap versi firmware membutuhkan spesifikasi hardware untuk mendukung kelancaran proses di dalamnya. Sayang kan kalo udah upgrade firmware, ternyata hardware yang dimiliki tidak support versi firmware tsb. Bisa jadi lemot atau malah sekalian rusak henponnya, kalo tidak sesuai spesifikasi hardware dengan firmware yang sudah di instal itu.

Sekarang lagi trend henpon dengan layar sentuh. Trus, apa kita harus punya juga?

Apa benar kita butuh henpon dengan layar sentuh, atau sebenarnya cukup henpon dengan keypad?

Lalu butuh yang layar sentuhnya sebesar apa? Kalo jarinya jempol semua (gede, buntet, montok), jangan beli henpon dengan layar sentuh berukuran <4 inch. Kagok nanti setiap ngetik, tuh. Harusnya nyentuh huruf apa, malah sebelahnya ikut kepencet saking besarnya ukuran jari kita.

Buka kartu juga nih, harga material layar sentuh itu bisa mencapai 40-60% dari keseluruhan harga henpon loh. Semakin besar ukuran layar, semakin mahal pula harganya. Semakin jernih (resolusi layar), semakin mahal juga harganya.

Jadi baik-baik saat menyentuh layarnya, juga saat menyimpan henponnya. Jangan sampai baret/lecet apalagi tertimpa benda berat. Bisa pecah itu layar sentuhnya. Kalau udah rusak? Mending beli henpon baru deh, karena biaya perbaikannya hampir sama dengan harga henpon baru.

Sekarang ada beberapa merek dan tipe henpon yang menggunakan Gorilla Glass. Itu loh layar sentuh yang gak akan lecet kalo kita ketok-ketok. Bahkan di youtube, ada video orang yang sengaja memukul layar sentuh tsb dengan paku. Teman saya lebih gaya, matiin rokok dengan menancapkan ujung rokok ke layar henponnya yang menggunakan Gorrila Glass ini. Dijamin gak rusak. Tapi memang sesuai dengan kemahalan harganya. Hehehe

Dunia teknologi baik itu kedokteran – IT – komputer – telekomunikasi dll, berkembang sangat dinamis.

Alat telekomunikasi bisa berubah setiap 3 bulan sekali. Selalu ada yang baru, selalu ada yang lebih kecil atau lebih besar, selalu ada yang lebih mahal atau lebih murah, selalu ada yang lebih canggih.

Kalau setiap jenis henpon baru, kita pingin punya … akan capek sendiri loh.

So … are you smart enough to use smartphone?

Share this...
Share on Facebook0Share on Google+0Tweet about this on TwitterShare on LinkedIn0

6 thoughts on “Smart enough to use Smartphone

  1. saya malah bingung dengan semua smartphone itu, makanya gak pernah punya jadinya gak mau tau dan akhirnya gak tau .. hehehe.
    Soalnya saat ini cuma perlu untuk sms atau telp aja.

  2. Salam kenal Mbak. Oh iya terima kasih ya hadiah buku juz ama untuk Keisha. Itu membantu papanya banget.

    Saya setuju dengan “Untuk menggunakan henpon pintar, coba kita tambah kepintaran diri kita juga.”

    Kalau disurvei, saya yakin pengguna hp memilih smartphone lebih banyak karena faktor gaya-gayaan daripada kebutuhan. Saya pernah diminta pin BB sama temen. saya bilang kalau saya nggak pake BB. eh saya malah dibilang nggak gaul. hihihi

    mudah-mudahan henpon pintar bisa bikin penggunanya makin pintar ya.

  3. tapi tapi….kalo gag punya jd ga tau smartphone itu kek apa…mau pinjem ato liat2 py orang kan gag enak juga berlama2 hehe *pengalaman 3 taon gag mo tau teknologi henpon terbaru*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *