Semua orang punya definisi tersendiri tentang kehidupan yang sempurna. Saya yakin siapapun yang baca tulisan ini juga udah punya gambaran tersendiri bagaimana kehidupan yang sempurna dimata mereka. Walau saya tau ukuran sempurna itu tidak mutlak sama dimata semua orang. Kesempurnaan dalam hidup pun bisa tentang keluarga, kondisi keuangan, gaya hidup, dan lain sebagainya.

Saya kadang geli sendiri melihat orang yang mengagungkan kesempurnaan. Melihat kesempurnaan hidup orang lain, lantas tergerak untuk mencapai kesempurnaan yang sama. Padahal sempurna dimata orang tersebut, belum tentu yang memilikinya juga merasa hidupnya sudah sempurna.

Teringat percakapan beberapa waktu lalu dengan seorang teman dari belahan dunia lain, yang dengan jujur bilang “gw suka deh liat hidupnya A. Kaya nya sempurna banget yah. Suaminya punya jabatan mentereng (udah pasti penghasilannya besar), istrinya cantik, anaknya lucu-lucu. Duh gw pingin banget tuh punya kehidupan yang kaya gitu. Yah paling enggak sekarang gw belajar dulu menjadi seperti istrinya A yang bisa masak, bisa ngurus anak, bisa jahit, bisa jdi supir keluarga (nyetir mobil jarak jauh), bisa menata dan ngurusin rumah dari dapur sampai halaman depan”

Kalo ini masih saya bilang wajar lah. Toh kekagumannya memberi dampak positif. Dia mau belajar menjadi seseorang yang lebih baik dengan bisa melakukan banyak hal.

Tapi ada yang segitu pingin miripnya, sampai memberikan nama anak yang sama dengan ‘panutan’ alias idolanya. Ada juga yang sampai mengikuti cara berpakaian, cara pakai jilbab, cara bicara, cara menulis. Ada juga yang rela ganti pekerjaan sesuai dengan bidang kerja sang idola, berharap penghasilannya bisa sama ma idola. Lebih gilanya, ada yang rela ganti merek makeup yang biasa dipakai … demi mirip idola. Dan yang lebih parah, ada yang sampai penataan interior rumah dan warna cat temboknya juga berkiblat ke idola!!!

Wah yang kaya gini yang ajaib hihihihi.

Kenapa sih orang gak bisa mensyukuri apa yang ada dihadapannya dan sedikit berusaha untuk menikmati apa yang ada?

Pernah ada yang nyeletuk “elo bisa ngomong gitu de. Hidup lo udah sempurna. Umur segini elo dah nikah. Punya suami yang baik, punya anak pas sepasang, punya rumah sendiri, punya mobil, kerja diperusahaan yang diimpikan sebagian orang, dan elo punya badan tipis yang kebanyakan wanita inginkan tanpa perlu batasin makan juga repot olahraga. Hidup lo kurang apa coba?”

Weleh…weleh…weleh.

Saya akui hidup saya mungkin terlihat lumayan enak dibanding sebagian orang. Tapi sebenarnya hidup saya juga jauh dari kata sempurna. Banyak kesalahan yang pernah saya lakukan, banyak cobaan yang pernah saya hadapi, dan dari itu semua … banyak pelajaran hidup yang saya dapatkan.

Orang lain hanya melihat kehidupan saya sekarang yang ada didepan mata mereka. Tapi apakah mereka memahami gejolak perasaan kami saat memulai hidup baru sebagai sebuah keluarga dalam keadaan terpaksa? Apakah mereka melihat upaya kami untuk tetap mewujudkan rumah tangga yang harmonis hingga usia pernikahan kami bisa mencapai 9 tahun? Apakah mereka mengetahui perjuangan kami mengumpulkan uang untuk menghidupi keluarga kami? Dan tau gak sih gimana susahnya sekedar mencari sebuah nama anak?

Wanita lain mungkin iri dengan bentuk badan saya yang katanya gak keliatan kaya emak-emak berbuntut 2 ekor orang anak. Itu cuma karena mereka melihat ketipisan badan saya yang gak imbang dengan jumlah makanan yang masuk ke tubuh saya, dilengkapi dengan saya gak berolahraga. Sampai ada yang menuduh tembolok saya besar *emang gw burung*, ada lagi yang bilang kalo usus saya lebih dari 17 meter *kelamaan proses diusus, bikin makanan gak jadi daging*, ada lagi yang ngatain kalo saya cacingan!

Saya gak nyalahin mereka yang iri dengan bentuk badan saya. Tapi saya juga gak mungkin cerita ke mereka semua, kalo dibalik badan tipis ini cuma ada kulit dan tetelan. Lemak/daging jelas gak ada, 4 ruas tulang saya udah gak ada akibat TBC tulang, belum lagi hiasan 5 resleting di tubuh dari ukuran 10cm sampai 30 cm hasil karya beberapa dokter yang berusaha menyelamatkan nyawa saya kala itu. Gak perlu orang lain tau cerita ini semua bukan? Saya yakin kalo mereka liat dibalik ‘bungkusan’ yang menutupi seonggok wujud ini, mereka akan lebih rela gemuk daripada kaya frankenstein.

Tidak salah kok memiliki panutan hidup atau seorang idola. Tapi jangan sampai mendewakan atau mengagungkan mereka. Apalagi sampai bikin kita terobsesi untuk bisa seperti mereka. Kalau kita mampu gakpapa juga, tapi kalau sampai merepotkan orang lain … wah kasian!

Menurut saya manusia memang tidak ada yang sempurna, oleh karena ketidaksempurnaannya itulah keEsaan Allah SWT menjadi nyata. Tinggal bagaimana kita menyikapi ketidaksempurnaan dan menikmati apa yang ada aja.

Saat ini saya hanya bisa bersyukur dengan apa yang telah saya lalui dan apa yang sudah saya miliki. Saya sangat menikmati proses perubahan hidup. Yang pasti saya tidak akan berhenti untuk tetap bermimpi akan masa depan, menuju hidup yang lebih sempurna dimata saya.

Jadi, apakah menurut kalian sudah memiliki hidup yang sempurna?