Browsed by
Category: Rafa

Cerita Rafa

Kenapa ITB?

Kenapa ITB?

Ketika saya menjawab ITB, untuk pertanyaan “Rafa kuliah di mana?

Ada beberapa reaksi yang saya terima.

Wah keren ya … selamat

Tapi banyak juga yang merespon:
ITB? Kenapa?
Kok CUMA itebe?

Saat melihat daftar nama universitas yang telah menerima murid-murid angkatan Rafa:
60% berada di Amerika – Canada
30% berada di Eropa
5% berada di Qatar
5% berada di Asia Australia
dan hanya Rafa yang kuliah di Indonesia.

Wajar sih … karena ini sekolah Amerika.

Kebetulan juga hanya Rafa lulusan 2019 yang berasal dari Indonesia.

Kelihatannya anak yang bersekolah di sini memang dari awal sudah direncanakan orangtuanya untuk melanjutkan pendidikan ke Amerika.

Kami sudah menawarkan Rafa untuk kuliah di negara lain mumpung domisili kami sekarang ada di tengah bola dunia, tapi Rafa tetap kekeuh mau ke kampus impiannya sejak SMP dulu.

Alhamdulillah anaknya membuktikan dengan berhasil diterima TANPA TES (pakai nilai raport 5 semester + IELTS + SAT).

Career Counselor di sekolahnya bilang, dengan nilai yang dimiliki Rafa … harusnya dia bisa diterima di kampus Eropa dan Amerika. Sementara anaknya bilang “nanti saja lanjut S2 baru ke sana“.

Gak ada yang salah dengan pilihan kamu, mas. Terlepas orang lain menyayangkan ataupun menyepelekan. Toh ITB juga punya nama besar di negara kita. Anak-anak di Indonesia sendiri tidak gampang untuk bisa diterima masuk ke dalamnya.

Papa mama selalu mendukung setiap langkah kebaikan yang kamu lakukan. Karena kami yakin, kamu yang lebih paham atas kemauan, kemampuan dan rencana hidupmu sendiri.

Make yourself proud, son!

Alhamdulillah Mas Rafa Mau Kuliah

Alhamdulillah Mas Rafa Mau Kuliah

Foto kiri diambil tahun 2004 ketika hari pertama Rafa masuk sekolah Playgroup. Sampai TK, beberapa kali mamade dipanggil kepala sekolah karena Rafa dianggap “pengganggu” yang gak bisa duduk manis di kelas.

Ketika kami bawa ke psikolog, ternyata Rafa tergolong anak Super Aktif (di bawah hyper) dan Kinestetis. Kombinasi kece yang bikin ortu ngos2an deh 😅.

Akhirnya disarankan utk menyalurkan energi Rafa ke olahraga (bola & renang), musik (gitar atau drum) dan supaya diam di kursi saat pelajaran berlangsung … Rafa disuruh memainkan alat tulis. Kalo gak gambar, ya puter2in pensil pake jari.

Saat belajar di rumah, Rafa gak bisa tuh yang duduk diam dan membaca buku.

Jadi Mamade yang selalu membacakan buku dan memberikan soal dalam bentuk lisan, dia mendengarkan dan mengerjakan sambil main mobil2an atau skateboard keliling rumah. Pokoknya mah banyak tepok jidat dan elus dada melihatnya 🙈

Foto kanan diambil di Bandung saat kami mudik tahun lalu, disempatkan mengunjungi ITB ke bagian informasi untuk tanya jalur masuk dan persyaratannya. Kami juga mendatangi beberapa bimbel di sekitarnya untuk mengumpulkan informasi persiapan masuk ITB.

Rafa juga hadir waktu beberapa orang direktur ITB datang ke Qatar bulan November 2018 untuk sosialisasi Program Internasional (jalur masuk ITB khusus bagi WNI di LN dan WNA).

Keinginan Rafa dari SMP gak goyah, mau kuliah di ITB pokoknya.

Kami sampai bilang “Dari Qatar ke Eropa itu lebih dekat dan tiketnya juga lebih murah daripada ke Indonesia. Kamu gak pingin kuliah di Eropa aja?. Tanggung loh, mas … udah sampai sini kita

Anaknya malah bilang “kalo universitas di negeri sendiri, world rank-nya lebih tinggi … untuk apa aku kuliah di negara lain“.

Dia gak mau cuma sekedar gengsi kuliah di luar negeri yang rank universitasnya masih di bawah ITB.

Tapi Rafa juga tau diri dan mengukur kemampuan otaknya juga dompet bapaknya. Rafa belum tertarik untuk kuliah di negara mahal seperti Amerika, Canada, Inggris, Singapura dan Australia. Dia bilang “nanti aja aku cari beasiswa S2 untuk lanjut kuliah di sana“.

Awalnya sempat kekeuh mau jurusan Aristektur atau FSRD yang ternyata gak ada jalur internasionalnya, akhirnya 2 minggu sebelum pendaftaran tutup … Rafa banting setir daftar 2 jurusan lain : Mechanical dan Aerospace Engineering.

Rafa tidak bisa ikut SBMPTN karena syaratnya harus punya NISN (nomor induk siswa nasional) dan minimal harus 5 semester bersekolah di SMA Indonesia. Rafa cuma sempat menjalani 3 semester SMA di Indonesia, sisanya di Qatar.

Selaku orangtua, kami sempat kesal melihat dia gak mau daftar universitas lain dengan alasan “kalo ditolak gelombang pertama ITB, baru aku mau daftar Belanda dan Malaysia”. Gemes gak sih dengernya 🤦🏻‍♀️

Alhamdulillah tanggal 18 April, dapat juga Letter Of Acceptance dari ITB.

Alhamdulillah ikhtiar Rafa menjaga grafik nilai raport selama SMA harus nanjak setiap semesternya, IELTS dan SAT lebih tinggi dari nilai minimal yang diminta bbrp kampus favorit, juga doa dari sekelilingnya … Allah mudahkan jalan dan membuahkan hasil sesuai keinginannya. Hingga Rafa bisa diterima ITB tanpa tes.

Masya Allah … Tabarakallah.

Alhamdulillah yaa Karim.

Lega banget, akhirnya sekarang saya bisa mulai hunting tiket mudik ke negara tercinta.

Rafa Kuliah Di Mana?

Rafa Kuliah Di Mana?

Kalau di Indonesia, pertanyaan “Mau kuliah di mana?” biasanya diajukan ketika seorang anak sudah naik kelas 3 SMA.

Begitu kami hidup di Qatar, anak-anak yang bersekolah di British atau American School sudah mempersiapkan diri 2 tahun sebelum kuliah. Selain merancang nilai raport yang diusahakan nilai meningkat setiap semester (grafik meningkat selama di SMA), mengambil International Standard Test (seperti TOEFL, IELTS, IGCSE, A-Levels, SAT) dan mereka juga mempersiapkan essay (dengan tema “kenapa saya mau kuliah di kampus X untuk jurusan Z“).

Rafa pindah sekolah ke Qatar saat menjalani tahun ke 2 SMA (kelas 11 masuk semester 2). Dia hanya punya waktu 1 tahun untuk mempersiapkan diri seperti anak-anak lain di sini. TOEFL sudah diambil di Jakarta saat mudik lebaran. IELTS akan ditempuh bulan ini. SAT akan diambil bulan Maret nanti. Alhamdulillah nilai raport sudah dijaga dan terus menanjak grafiknya. Tinggal menyusun essay aja yang belum sempat dikerjakan. Karena di kelas akhir HighSchool (Senior Class), banyak tugas-tugas harian juga yang musti dilakukan yang bentuknya sering berupa research (laporan ditulis dalam bentuk essay sekian ratus kata) atau presentasi.

Kalo di Indonesia paling sibuk bimbel tiap pulang sekolah nih. Di sini gak umum tuh anak SMA ambil bimbel atau guru privat sepulang sekolah. Yang namanya belajar ya di sekolah aja. Sisa waktunya belajar sendiri di rumah.

Ketika kami tanya “kamu mau kuliah di mana, mas?

Anaknya menjawab “kek nya aku pingin pulang dan kuliah di Indonesia aja deh

Keputusannya bulat, mau kuliah jurusan Arsitektur.

Beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menawarkan beberapa progam internasional untuk anak Indonesia di Luar Negeri, di antaranya:

  • UI

  • ITB

  • UGM

Syarat kuliah Program Internasional:

  • IBT TOEFL min score 61 atau IELTS min score 5.5
  • General SAT 
  • Nilai raport 5 semester atau 3 tahun terakhir

Sayangnya jurusan yang diminati Rafa belum ada program internasionalnya.

Ikut SBMPTN dong?

GAK BISA, karena syarat ikut SBMPTN itu minimal harus 5 semester menempuh SMA di Indonesia. Sementara Rafa cuma sempat merasakan 3 semester di Indonesia.

Ingin tahu biaya kuliah per semester di Indonesia tahun 2018?

Tabel tersebut dibuat oleh salah satu lembaga keuangan yang menawarkan produk asuransi pendidikan. Karena tabel ini merupakan literasi keuangan, sudah pasti ditampilkan biaya paling mahal atau biaya rata-rata yang ada di beberapa kampus. Dan tentunya biaya kuliah bisa beragam tergantung jurusan juga jalur masuk yang ditempuh.

Melihat biaya kuliah program internasional di PTN dan kuliah reguler di universitas swasta Indonesia yang sudah cukup mahal … untuk informasi aja nih … uang masuk Arsitek UnPar Bdg tahun 2018 sudah 46jt. Sementara biaya per semester juga beberapa juta. Biaya ini sama dengan biaya kuliah universitas bergengsi di negara tetangga. Akhirnya sebagai alternatif, sekarang kami mulai melirik universitas di negara lain yang biayanya tidak jauh beda dengan universitas swasta di Indonesia.

Seorang teman yang baru pulang liburan dari Amerika dan kebetulan ikut program “MIT open house” mengirimkan foto biaya masuk universitas tsb melalui WA ke suami saya:

Mari kita hitung kursnya:

Biaya ini adalah biaya kuliah per TAHUN.

Mereka menawarkan beasiswa, tapi tidak ada yang diskon 100%. Tetap ada biaya yang harus kita siapkan sekitar 15-30 ribu USD per tahunnya.

Kami sempat mengunjungi beberapa pameran pendidikan di Qatar, saya share hasilnya siapa tau ada yang butuh informasinya.

Pendidikan Amerika:

  • Biaya pendidikan per tahun rata-rata $20-55 ribu
  • Biaya hidup per tahun rata-rata $10-15 ribu
  • Total dana yang dibutuhkan sekitar $35-70 ribu per tahun

Pendidikan Malaysia:

  • Biaya pendidikan per tahun rata-rata $3.500 – 6 ribu
  • Biaya hidup per tahun rata-rata $5-8 ribu
  • Total dana yang dibutuhkan sekitar $8-14 ribu per tahun

Sekali lagi musti saya tekankan biaya pendidikan tentunya tergantung jurusan dan kampus pemerintah atau swasta ya.

Sementara untuk biaya hidup itu sudah termasuk penginapan (kos, asrama kampus atau sharing apartment), makan, ongkos transportasi, buku, dll. Biaya ini akan sangat tergantung dari GAYA HIDUP SISWA tentunya. Akan lebih irit kalau siswa bisa masak sendiri, nyambi kerja paruh waktu, rajin nongkrong di perpustakaan daripada beli buku, dll.

Pendidikan di Malaysia mirip dengan Eropa, programnya 1 + 3 tahun.

Jadi ada 1 tahun Foundation atau yang biasa disebut Pre-Uni / Pre-College, bisa di-skip kalau anak menempuh SMA di British Curriculum School sampai year 13 juga memiliki nilai IGCSE A-Levels.

Indonesia dan Amerika menganut SMA sampai kelas 12, jadi wajib ambil 1 tahun foundation kalau mau kuliah di negara-negara tsb.

Kemudian lanjut jejang universitas selama 3 tahun.

Biaya pendidikan di Eropa dan Canada tidak jauh beda dengan Amerika. Kebetulan beberapa kampus dari Inggris sudah datang ke sekolah Rafa untuk presentasi program mereka ke murid-murid SMA.

Sebenarnya kami sudah mempersiapkan tabungan pendidikan yang insya Allah cukup untuk bayar kuliah Rafa di Indonesia. Cuma kami lagi deg-degan kalau Rafa diterima kuliah di negara mahal. Hehehe.

Kami mengIMANi matematika Allah SWT yang tidak ada yang bisa menandingi jika DIA sudah berkehendak.

Toh kami belok ikhtiar menjemput rezeki ke negeri gurun ini juga bagian dari menjalani salah satu skenario Allah SWT. Kami yakin insya Allah, ada rencana lain yang sudah disiapkanNYA. Kami hanya tinggal memantaskan diri dengan berusaha dan berdoa.

Dari 8 macam rezeki yang tertulis di atas, tinggal kencengin aja ikhtiarnya. Insya Allah sudah dijaminNYA. Gak usah takut!

Justru yang gak dijamin Allah SWT itu surgaNYA.

Ini yang bikin takut.

Panggilan Anak Untuk Ibunya

Panggilan Anak Untuk Ibunya

Saya menerima gambar ini dari salah satu grup WA:

image

Dan di bawah ini lah salah satu chat mas Rafa kepada saya:
image

Ini anak emang suka ajaib kalo chat sama orang yang melahirkannya.

Kadang mas Rafa panggil saya : emak, mamake, mamia, simboke.

Kalo lagi dimarahin, suka becandain saya “jangan galak-galak, sobat

Kalo dia lagi ada maunya baru panggil saya mama 😅

Masukin perut lagi apa yah … tapi udah 176cm gimana dong?

Hahahahaha

image

Lain waktu mas Rafa pamer hasil ulangan matematikanya.

Kali ini dia pake kata BRAY *hadeuuhh*

Ini sebenarnya ANAK saya atau TEMAN sik?

Gemesin yaaa *cium jidat anak lanang sambil njinjit maksimal*


Gimana dengan kamu … apa panggilan untuk orang yang melahirkan kamu?

Atau apa panggilan anak terhadap diri kamu?

Rafa Masuk SMA

Rafa Masuk SMA

Sebelumnya saya cerita di sini, kalau Rafa sudah diterima di Boarding Program salah satu sekolah swasta ternama di Jakarta Selatan yang proses seleksi masuknya juga tidak gampang.

Ketika hasil UN keluar, Rafa merasa nilainya cukup tinggi untuk bisa masuk ke sekolah negeri favorit se-Tangerang Selatan. Jadi lah saya dan pak suami sibuk browsing mencari informasi tentang sekolah tersebut.

Saya sampai menghubungi beberapa teman dan tetangga yang anaknya sekolah di situ. Saya juga menyempatkan diri untuk ngobrol langsung dengan anak seorang teman, yang saya tau sangat berprestasi di sekolahnya.

Iya sebut saja saya sebagai emak posesip, segitunya cari informasi tentang sekolah anak. Tidak hanya melihat dari web sekolah, reputasi dan prestasi sekolah, bertanya ke orangtua murid, saya juga mewawancara anaknya untuk mendengar pengalaman dan sudut pandang siswa terhadap sekolah tersebut.

Sebelum mendaftar online, saya dan pak suami mengajak diskusi Rafa. Kami menjelaskan pro dan kontra antara sekolah swasta dan sekolah negeri. Kami menjabarkan konsekuensi yang harus Rafa hadapi di masing-masing sekolah tersebut. Kami juga menyampaikan apa harapan kami jika Rafa masuk di salah satu sekolah tersebut, serta apa hasil yang harus Rafa capai ketika keluar dari sekolah itu.

Akhirnya Rafa memutuskan untuk mencoba sekolah negeri. Setidaknya dia sudah paham apa yang akan dihadapi dan konsekuensinya. Kami menghargai keputusan Rafa, dan akhirnya mendaftarkan secara online.

Saat itu kami baru tau rasanya 3 hari deg-degan memantau situs PPDB, karena setiap ada pendaftar baru dengan nilai lebih tinggi maka posisi anak bisa melorot hanya dalam hitungan detik. Alhamdulillah Rafa berhasil menempati posisi 41 dari kapasitas 90 murid yang diterima melalui jalur reguler (murni berdasarkan NEM). Dan Rafa memutuskan untuk memilih sekolah ini.

Di sisi lain, saya dan pak suami harus ikhlas melepas uang masuk sekolah swasta yang sudah dibayarkan beberapa bulan yang lalu. Hangus! Gak bisa balik sepeserpun karena mengundurkan diri dengan alasan apapun. Padahal nominalnya bisa untuk biaya umroh 2 orang tuh *elap jidat*. Etapi dengan masuk ke sekolah negeri, biaya operasionalnya juga jauh lebih murah kan. Alhamdulillah meringankan pengeluaran bulanan keluarga kami selama 3 tahun ke depan.

image

Kalau dilihat dari segi fasilitas, sekolah negeri ini tidak kalah dengan sekolah swasta loh. Absennya menggunakan mesin sidik jari di gerbang sekolah, masjid besar berdiri tegak di tengah area sekolah, ada mobil operasional sekolah, fasilitas lab lengkap, kondisi sekolah juga terjaga kebersihannya (saya keliling cek setiap sudut sekolah sampai ke toiletnya). Program-program di sekolah ini bisa dibilang luar biasa. Disiplinnya juga gak kasih kendor. Murid-muridnya rajin menorehkan prestasi di kompetisi tingkat nasional dan internasional. Wajar kalo setiap tahun beberapa PTN dan universitas swasta menyodorkan undangan maupun beasiswa untuk puluhan siswa berprestasi dari sekolah ini.

Seminggu pertama saat masa orientasi sekolah, kelihatan kalau Rafa menghadapi culture shock. Di sekolah sebelumnya, kegiatan belajar mengajar semuanya well-managed dan well-informed. Di sekolah negeri ini, setiap siswa dituntut untuk mandiri dan aktif mencari informasi. Kalau sekolah sebelumnya ada mas dan mbak ISS untuk membersihkan semua sudut sekolah, baru sekarang Rafa merasakan bawa sapu lidi ke sekolah dan harus ikut kerjabakti membersihkan sekolah. Alhamdulillah Rafa cepat menyesuaikan diri dan mampu beradaptasi.

Semua anak yang masuk melalui jalur REGULER dimasukkan dalam 2 kelas khusus, tidak dicampur dengan anak yang masuk melalui jalur MANDIRI. Jadi bisa dipastikan Rafa tidak boleh main-main dalam berkompetisi dengan teman sekelasnya. Saingannya anak luar biasa semua, 90 anak pemilik nilai paling tinggi dari 500an yang mendaftar secara online.

image

Minggu ini mas Rafa mulai mengenakan seragam putih-abu nya. Seminggu sebelumnya selama masa orientasi, murid diminta menggunakan seragam dari SMP asal. Walo Rafa tidak menemukan 1 orang pun yang menggunakan seragam SMP yang sama selain dirinya, tapi alhamdulillah Rafa sudah bisa memiliki teman seru-seruan sekarang.

It’s your life,

It’s your choice,

It’s your responsibility.

We appreciate it and will always support you, mas.

Enjoy high schooler life and have fun!

 

 

 

Dengan ini saya resmi menjabat MAHMUD ABAS … mamah muda yang anaknya baru SMA ^_*