Browsed by
Category: Keuangan Keluarga

Bijak Berinvestasi Untuk Keluarga

Bijak Berinvestasi Untuk Keluarga

Tanggal 3 Oktober 2017 saya kembali diundang oleh KEB untuk menghadiri acara yang diselenggarakan oleh VISA.

Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, Visa Financial Literacy woskhop untuk #ibuberbagibijak ini terdiri dari 3 pertemuan:

  1. Financial Check Up (baca: Bijak Mengelola Keuangan Keluarga)
  2. Budgeting (baca: Bijak Membuat Anggaran Keluarga)
  3. Investing

Jadi saya hadir kali ini untuk mendapatkan pemaparan dari materi terakhir.

IMG_7060

Kebetulan saya tiba di Mendjangan Restaurant sekitar 30 menit sebelum acara dimulai. Saya dan teman-teman memanfaatkan waktu tersebut untuk foto-foto di bagian belakang di area kolam renang.

Pembicara hari ini masih tetap mba Prita Ghozie, Financial Educator nan cantik jelita kesayangan kita semua.

IMG_7053

Hari itu mba Prita mengingat kami semua, kalau hidup ini adalah pilihan dan selalu ada konsekuensi dibalik setiap pilihan yang kita ambil.

Begitu pun dalam berinvestasi.

Misalnya dalam membeli sapi, kita bisa memilih: apakah kita akan menggemukan sapi tsb utk kemudian dijual lagi, atau kita menikmati susu perahnya saja.

Kalo kita masih dalam usia produktif, sebaiknya kita gemukin sapi utk dijual lagi.

Kalo kita sudah masuk usia pensiun, sebaiknya kita cukup menikmati susu perahnya saja.

Jangan tergiur imbalan investasi yang besar dan pasti. Karena investasi pasti ada risiko dan hasilnya tidak dapat dijamin.

IMG_7058

Kita harus mengetahui 5 PRINSIP INVESTASI:

  1. Tentukan tujuan investasi
  2. Tentukan jangka waktu investasi
  3. Ragamkan harta investasi (pahami profil dan risiko)
  4. Strategi investasi
  5. Review dan re-alokasi investasi

Sebelum berivestasi, sebaiknya kita pilah dulu tujuan investasi dan tentukan jangka waktunya.

Kemudian kita cari tau tentang produk investasi dan pahami risikonya.

Jenis investasi yang sesuai untuk seseorang, akan tergantung dari kebutuhan individu tersebut. Karena kebutuhan akan hasil investasi, jangka waktu investasi dan kemampuan berinvestasi setiap orang tentu berbeda.

Kita bisa memilih:

  • SAVE : to keep your money (low risk, slow growth)
  • INVEST : to grow your money (increased risk)
  • SPECULATE : to gamble your money (high risk)

Kenali dulu diri kita, termasuk Profil Risiko Investor yang mana:

  • Investor Konservatif (100% defensif)
  • Investor Moderat (60% defensif, 40% agresif)
  • Investor Agresif (30% defensif, 70% agresif)

Jangka waktu berinvestasi pun beragam:

  • Short Term (<1 tahun)
  • Mid Term (3-5 tahun
  • Long Term (>5 tahun)

Sementara contoh produk untuk berivestasi bisa dalam bentuk:

  • PROPERTI (tanah, rumah, ruko, apartemen, dll)
  • SURAT BERHARGA (deposito, obligasi, saham, reksadana, dll)
  • DANA TUNAI (mata uang asing atau tabungan biasa)
  • LOGAM MULIA
  • BARANG KOLEKSI (tas, perhiasan, lukisan, barang antik, dll)
  • BISNIS (wirausaha, franchise, dll)

Sebaiknya kita memiliki beberapa produk investasi yang berbeda. Jangan simpan dana yang kita punya hanya dalam 1 bentuk produk saja.

Kamu tau gak sih, kalo benda dibawah ini juga bisa disebut produk investasi:

  • Peralatan bayi (box bayi, stroller, kursi makan, dll)
  • Mainan anak (perosotan, ayunan, rumah-rumahan, mobil-mobilan, dll)
  • Tas bermerk
  • Gadget (kamera dan perlengkapannya)
  • Peralatan elektronik

Kenapa benda konsumtif di atas disebut sebagai produk investasi?

Karena sekarang sudah banyak orang yang menjalankan bisnis dengan menyewakan benda-benda tersebut. Jangka waktu sewa juga bisa dipilih mau harian, mingguan atau bulanan.

Jangan lupa dengan resiko investasi yah, contohnya:

  • Resiko likuiditas (bentuk investasi susah ditunai/uangkan)
  • Resiko volatilitas harga (jarak kenaikan dan penurunan harga yang tidak menentu)
  • Resiko gagal bayar (kita tidak sanggup membayar atau pihak lawan tidak sanggup membayar hasil investasi kita)
  • Resiko pasar (perubahan kondisi atau situasi pasar, perubahan kebijakan, dll)

Resiko investasi paling parah: penipuan berkedok investasi.

IMG_7054

Strategi berinvestasi yang bisa kita lakukan:

  • Lakukan investasi secara rutin
  • Lakukan investasi di berbagai produk keuangan
  • Minimalisasi resiko dengan perpanjang jangka waktu investasi

Jangan lupa untuk melakukan review hasil investasi secara berkala dan re-alokasi investasi ketika kita sudah mencapai hasil investasi yang diinginkan atau jika hasil investasi yang kita dapatkan tidak sesuai dengan yang kita harapkan.

IMG_7055

Terima kasih makmin KEB, Visa Worldwide Indonesia dan mba Pritha atas ilmu yang bermanfaat ini. Lengkap deh paparannya tentang perencanaan keuangan keluarga, membuat anggaran dan cara berinvestasi.

IMG_7056

Senang banget dapat ilmu tentang keuangan keluarga secara menyeluruh begini. Sebagai istri, kita dituntut untuk bisa menjadi Menteri Keuangan Keluarga. Di tangan seorang istri ini lah arus kas pemasukan dan pengeluaran dana keluarga bermuara. Jadi kita harus bijak dan cerdas menanganinya.

Gimana dengan kalian, sudah berivestasi dalam bentuk apa?

Bijak Membuat Anggaran Keluarga

Bijak Membuat Anggaran Keluarga

Saya senang banget waktu dikirim info oleh makmin KEB, kalau Visa Financial Literacy woskhop untuk #ibuberbagibijak ternyata bersambung!

IMG_5943

Jadi ternyata materi yang disampaikan oleh mba Prita Ghozie, Sang Financial Educator kece kesayangan, akan dibagi 3:

  1. Financial Check Up (baca: Bijak Mengelola Keuangan Keluarga)
  2. Budgeting
  3. Investing

Nah tanggal 24 Agustus 2017 kami diajak belajar tentang Budgeting, bagaimana caranya untuk bijak dalam membuat anggaran keluarga.

IMG_5901

Workshop kali ini diselenggarakan tidak jauh dari lokasi sebelumnya. The Hook restaurant menjadi tempat kami belajar sesi ke 2. Sesuai panduan dari panitia, kami diminta menggunakan pakaian yang bernuansa sama dengan warna pada logo VISA, yaitu Biru.

IMG_5932 Okeh sekarang ijinkan saya untuk berbagi apa yang kami pelajari hari itu:

3 Langkah Membuat Anggaran Keluarga

  • Langkah pertama, cek kebutuhan dasar keluarga

Kuncinya adalah dengan melakukan komunikasi antara suami dan istri dalam menentukan list kebutuhan yang sama serta prioritasnya. Karena ada kalanya suami merasa butuh sesuatu untuk keluarga, sementara istri tidak menganggap hal tersebut sebagai kebutuhan keluarga. Atau terjadi sebaliknya.

Setelah ada daftar Kebutuhan yang telah disepakati oleh SUAMI ISTRI, cek lagi apakah benar BUTUH?

Prioritas pengeluaran = BUTUH vs MAU

Kita harus pintar dalam memilah dan memilih antara kedua hal tersebut. Jangan sampai cuma karena MAU, kemudian dipaksakan untuk BUTUH.

Kebutuhan saat ini = jatuh tempo <12 bulan

Kebutuhan masa depan = jatuh tempo >12 bulan

Pisahkan mana kebutuhan SAAT INI dan MASA DEPAN, dengan melihat kebutuhan tersebut KAPAN HARUS DIBAYAR.

  • Langkah kedua, siapkan anggaran keluarga

Ketika kita sudah membuat Kebutuhan Dasar Keluarga, saatnya kita mempersiapkan anggaran untuk membayar kebutuhan.

Anggaran bulanan diambil gaji bulanan

Anggaran musiman diambil dari THR atau bonus tahunan

Apa saja yang bisa kita masukan ke dalam anggaran bulanan?

Diantaranya adalah:

  1. Listrik / Air PDAM / Gas / Telepon
  2. Belanja harian dan bulanan
  3. Membayar cicilan rumah/kendaraan
  4. Uang sekolah anak
  5. Zakat / Infak / Sedekah
  6. Tabungan bulanan
  7. Asuransi bulanan
  8. Dana Darurat
  9. Gaya hidup (salon / internet / dll)

Pembagiannya sudah diajarkan di pertemuan sebelumnya:

  1. 5% untuk zakat / Infak / Sedekah
  2. 10% dana darurat dan asuransi
  3. 30% biaya hidup
  4. 30% cicilan
  5. 15% investasi
  6. 10% gaya hidup

IMG_5902

Kemudian pasti tanya, DANA LIBURAN dan ONLINE SHOPPING barang lucuknya MANA dong?

Kedua hal tersebut bisa dibilang BUKAN KEBUTUHAN DASAR, tapi masuk ke dalam daftar KEINGINAN. Nah untuk hal ini bisa kita wujudkan dengan menggunakan BONUS atau TUNJANGAN TAMBAHAN. Jangan dari gaji bulanan ya!

Begitu pun untuk asuransi tahunan, kurban bagi yang muslim, pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan yang sifatnya pengeluaran tahunan, maka sebaiknya dibayar dengan pendapatan tahunan (THR, bonus, komisi, dll).

Jadi bagi perempuan yang menjadikan shopping sebagai salah satu kebutuhan wajib, boleh saja. Selama sudah dianggarkan dan dipikirkan dari pendapatan yang mana untuk membayarnya.

Sebagai blogger / vlogger / sosmed buzzer … menjadikan ajang pamer sebagai kebutuhan yang memerlukan pengeluaran, boleh saja. Karena pamernya bisa menghasilkan 😉

Selama semua itu dikeluarkan sesuai yang dianggarkan.

Coba kita biasakan:

TABUNG DULU, BELI KEMUDIAN

Jangan malah melakukan:

BELI DULU, CICIL KEMUDIAN

IMG_5904

  • Langkah ketiga, wujudkan mimpi keluarga

Set goals … make plans … get to work … stick to it … reach it!

Terdengar sederhana? Jangan salah, hal ini juga perlu kerja keras bersama suami dan istri untuk mewujudkannya loh.

Cara mewujudkannya tentu saja dengan menambah pundi-pundi tabungan.

Bagaimana cara berinvestasi yang tepat?

Tenang … ilmu Literasi Keuangan ini masih akan terus berlanjut. Insya Allah bulan depan kami akan berkumpul lagi untuk belajar tentang INVESTASI.

IMG_5905

Sudah saya bilang kan yah, kalo saya suka belajar tapi gak suka ujian?

Eh di tengah acara, mba Prita memberikan tugas kepada kami untuk menyusun anggaran keluarga dengan ilustrasi pendapatan dan pos pengeluaran yang tertera di layar.

Saya dengan semangat mengerjakan dan mengumpulkan paling cepat. Ternyata jawaban saya benar semua. Alhamdulillah saya mendapat buku “Menjadi Cantik, Gaya & Tetap Kaya” yang ditulis oleh mba Prita. Girang!

IMG_5936

Gimana, makin tercerahkan?

Yuk kita mulai membuat Anggaran Keluarga!

Bijak Mengelola Keuangan Keluarga

Bijak Mengelola Keuangan Keluarga

Sudah 2 tahun saya berhenti memberikan kontribusi dalam hal keuangan keluarga. Tepatnya sejak saya Tutup Karir yang sebelumnya saya bangun selama 19 tahun dan setahun kemudian saya juga Tutup Toko di Thamrin City. Akhirnya saya bisa menikmati indahnya dinafkahi, tanpa ikut bersusah payah mencari.

IMG_5152

Segitu mulus jalannya?

Tentu tidak!

Saya mengalami masa jet-lag dan oleng seperti hal nya rumah tangga lain yang baru saja kehilangan salah satu periuk keluarga.

Apalagi penghasilan saya sebelumnya tergolong lumayan besar berkat jabatan yang saya emban. Terbiasa punya uang sendiri sejak usia 17 tahun dan merasa bebas mengelola pendapatan sendiri. Maka ketika saya hanya bisa menanti uang dari paksuami, saya merasa ruang gerak agak terbatasi. Harus berpikir sekian kali hanya untuk menggunakan sebagian yang tersebut. Harus berhati-hati membedakan antara keinginan dan kebutuhan.

Seperti prinsip ekonomi yang pernah saya tulis di sini (baca: Komposisi Pengeluaran Bulanan), kalau tidak bisa perbesar pendapatan artinya kami harus perkecil pengeluaran. 2 tahun terakhir kami hidup sangat hemat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

MasRafa yang sebelumnya belajar di sekolah internasional, akhirnya masuk ke sekolah negeri (baca: Rafa Masuk SMA), SPP yang harus dibayar berkurang menjadi hanya 1/7 dari sebelumnya.

Pembantu rumah tangga yang sebelumnya ada 2 orang menginap di rumah kami, sekarang tidak ada lagi. Saya hanya dibantu oleh mbak pulang pergi yang hanya datang ke rumah 2 jam setiap hari.

Supir sudah diberhentikan, mobil pun hanya tinggal 1 di garasi.

Selama 2 tahun terakhir juga kami tidak pergi liburan keluarga dan mengurangi frekuensi pergi ke mall.

Tabungan keluarga reset ke titik nol, karena harus kami kuras untuk melunasi hutang. Kami rela tidak punya tabungan, yang penting hidup tanpa cicilan. Ini juga salah satu jalan kami dalam mengurangi pengeluaran dan mengejar target mulia #BebasRiba2020.

Ibaratnya ini periode dimana kami harus pake korset … karena ngencengin ikat pinggang aja terbukti tidak cukup. Hahahaha

Kondisi ini tidak sampai membuat saya frustasi. Kaget iya, tapi pelan-pelan dijalani. Agaknya sekarang saya sudah beradaptasi, lebih stabil dan mulai bisa menikmati.
IMG_5148

Makanya saya senang sekali ketika makmin KEB mengundang saya untuk hadir dalam acara Visa Financial Literacy woskhop untuk #ibuberbagibijak, dimana kami belajar tentang financial plan, mengatur cashflow keuangan keluarga dan ikut financial checkup oleh mba Prita Ghozie, seorang Financial Educator ternama di Indonesia. Beliau ini tidak hanya piawai berbicara mengenai literasi keuangan, tapi juga ramah dan cantik jelita.

IMG_5147

Acara ini membuka mata banget. Saya mendadak terdiam sejenak mendengar bahwa hanya <25% perempuan Indonesia yang melek tentang literasi keuangan. Padahal 75% kendali cashflow keuangan keluarga ada di tangan seorang ibu.

Fakta hasil survey lembaga keuangan:
– 50% perempuan tidak bisa membedakan kas, konsumsi dan investasi
– 18% perempuan punya hobi berhutang (cicilan atau kartu kredit)
– 32% perempuan punya gaya hidup tinggi

IMG_5150

Mba Prita meminta kami untuk mengisi form Periksa Kesehatan Keuanganmu. Tidak perlu mengisi besaran rupiah, tapi fokus kepada persentase komposisi pengeluaran.

Komposisi pengeluaran bulanan yang ideal untuk sebuah keluarga:

  • Kegiatan sosial 5% –> zakat/infak/sedekah
  • Dana Darurat 10% –> simpanan untuk menutup biaya tak terduga (darurat medis, perbaikan rumah, dll)
  • Cicilan hutang 30% –> dibagi untuk cicilan rumah – kendaraan (mobil / motor) dan pinjaman lain
  • Pengeluaran rutin 30% –> dibagi untuk belanja bulanan, listrik, telpon, PAM, gas, gaji pembantu, tranportasi harian, belanja dapur harian, makan siang dikantor, dll
  • Investasi 15% –> digunakan untuk dana pendidikan anak, dana pensiun, dll
  • Gaya Hidup 10% –> digunakan untuk belanja online, kecantikan, liburan, gadget, dll

Sementara untuk asuransi, kurban bagi yang muslim, pajak kendaraan, pajak bumi dan bangunan, liburan keluarga yang sifatnya pengeluaran tahunan, maka sebaiknya dibayar dengan pendapatan tahunan (THR, bonus, komisi, dll).

IMG_5149

Mengevaluasi keuangan keluarga tidak perlu dilakukan setiap waktu. Cukup dilakukan secara berkala, misalnya 1 tahun sekali. Dengan mengetahui komposisi pengeluaran ini, maka kita akan lebih mudah dalam mengelola penghasilan keluarga dan membuat anggaran dasar belanja.

Sebuah keluarga dinyatakan berhasil menabung, jika nilai aset yang dimiliki tahun ini meningkat 10% dari tahun sebelumnya. Dan tidak lupa sudah menyiapkan dana darurat yang nilai minimalnya 3 hingga 6 kali biaya kehidupan bulanan keluarga.

IMG_5151

Jadi bagaimana kondisi keuangan keluarga kita?

Rejeki memang sudah ada yang mengatur. Tapi apakah kita bisa mengatur rejeki yang sudah diberikanNYA kepada kita?

Kenapa mama harus kerja?

Kenapa mama harus kerja?

Saya yakin tidak hanya saya yang menghadapi pertanyaan “kenapa mama harus kerja?

Ibu pekerja lain juga pasti mengalami hal yang sama. Dan biasanya pertanyaan itu diajukan ketika kita akan berangkat keluar rumah, sementara anak masih ingin bersama kita.

Betul begitu??? *nyari temen banget*

Waktu anak-anak masih umur <3 tahun, biasanya dijawab dengan:

mama kerja cari uang untuk beli susu kamu

Karena anak seumur tsb taunya masih minum susu aja sih yah. Jadi sebisa mungkin menjawab yang ada hubungannya dengan anak kita.

Begitu anak-anak sudah menginjak umur 4-6 tahun, dijawab dengan:

mama kerja untuk bantu papa cari uang, nak. Karena kita butuh uang untuk beli rumah, beli mobil, bayar sekolah kamu, beli makanan kita, dll. Kasian kan kalo papa cari uang sendiri. Jadi mama ikut kerja juga di kantor yang lain

Pada umur segini, kami sudah mengenalkan ke anak tentang konsep penghasilan dan pengeluaran. Mereka sudah mengenal uang, nilai sebuah barang, dan apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan uang. Anak-anak paham bahwa untuk mendapatkan sebuah mainan, mereka harus datang ke toko dan membawa uang. Jadi anak mulai mengerti bahwa mama nya kerja, untuk membantu papa nya mendapatkan penghasilan. Demi menutup kebutuhan keluarga.

Saat ini umur anak kami bukan lagi dikategorikan sebagai toddler, Fayra sudah 6 tahun sementara Rafa sudah 11 tahun. Rafa sudah mulai masuk gerbang usia remaja, konsep pemikiran pun sudah mulai berubah.

Sekarang saya sudah bisa menggambarkan pekerjaan saya dan papa nya walau masih dengan bahasa sederhana. Alhamdulillah pekerjaan kami masih gampang dijabarkan. Mereka biasa bersentuhan dengan alat komunikasi. Dan saat ke museum science di Hongkong, kami sudah memperkenalkan konsep telekomunikasi karena alat peraga disana sangat lengkap. Jadi secara garis besar, mereka bisa menangkap apa yang kami kerjakan sehari-hari di kantor.

Ketika libur lebaran, saya pernah membawa anak-anak ke kantor. Mereka duduk di kubikel saya, memandangi semua brosur dari beberapa perangkat yang saya kerjakan dan sudah beredar di pasar.

Rafa bertanya “ini semua buatan mama yah?

Saya: “ini buatan china, dibuat oleh orang sana. Mama ditugaskan untuk membeli, dan membuatnya bagus untuk bisa dijual di Indonesia. Mama hanya membuat design dus, memasukan games, ringtones, dan berbagai aplikasi lain serta membuat paket koneksi internetnya. Jadi saat orang membeli perangkat ini, mereka tinggal pake aja

Rafa: “susah gak sih ma, ngerjain kaya gitu?

Saya: “Enggak juga kok mas. Kita harus bisa bahasa Inggris aja supaya bisa menjelaskan apa yang kita mau beli, ke orang china. Kalo bisa bahasa mandarin akan lebih bagus lagi. Dan itu juga yang membuat mama harus pergi ke China, karena mama harus liat pabrik dan bekerja bersama mereka dalam membuat perangkat tsb

Rafa: “iya. Mama pasti bisa lah. Mama kan pinter”

Aaaahhhh meleleh saya *ngelap mata burem*

————–

Saya mulai bekerja serius (bukan sekedar magang yang dapat gaji sekedarnya) di usia 17 tahun, saat lulus dari STM tahun 1996. Alasan utama saya bekerja saat itu adalah supaya saya bisa menghasilkan uang untuk ditabung sebagai biaya kuliah. Sesederhana itu, karena orangtua saya tidak bisa membayar uang kuliah kalau saya kuliah di universitas swasta. Saat lulus STM, saya merasa tidak akan mampu bersaing dengan anak SMA untuk bisa lulus UMPTN. Akhirnya setelah 2 tahun bekerja dan menabung, saya bisa kuliah. Walau lulusnya 7 tahun kemudian (karena cuti hamil + melahirkan dan sakit).

Ketika hamil Rafa (2001), saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Tetapi kami mendapat cobaan, masguh ditipu orang 200jt yang mana uang itu bukan milik kami semua. Batal beli rumah pertama, lanjut kontrak sana sini, ditambah harus mengganti uang milik orang lain yang ludes dibawa sang penipu. Akhirnya saat Rafa berusia 6 bulan (awal tahun 2002), dengan sangat terpaksa saya memutuskan untuk meninggalkan Rafa dan bekerja di luar rumah. Saat itu tujuan saya bekerja murni untuk membantu suami dalam menghasilkan uang, demi menutupi kebutuhan keluarga kecil kami.

Baru 1,5 tahun bekerja, saya sakit parah. Dengan kondisi 3x operasi + 29 hari menginap di RS + 2 hari di ICU, saya memutuskan untuk berhenti bekerja. 6 bulan di rumah selama masa penyembuhan, saya memikirkan biaya hidup lagi. Rafa sudah mau masuk sekolah Playgroup, kami belum juga punya rumah dan kendaraan. Akhirnya saya bangkit dan memutuskan untuk kembali bekerja. Kebetulan ada teman yang minta dibantu mengurus perusahaannya.

Setelah ekonomi keluarga mulai stabil dan akhirnya kami berhasil membayar DP rumah dan mobil pertama, saya mengajukan permohonan untuk kembali berhenti kerja. Tapi baru sebulan di rumah, saya menerima panggilan pekerjaan. Suami sangat mendukung pekerjaan baru saya. Dan ternyata di bulan yang sama, saya mengetahui kalau saat itu saya hamil Fayra. Kebayang kebutuhan keluarga kami dengan tambahan anggota keluarga, akhirnya dengan mantab kami putuskan saya harus kembali bekerja. Awal tahun 2006 itu lah saya kembali kerja.

Bisa dibilang dari total 16 tahun masa kerja, saya merasakan ‘di rumah’ hanya 1 tahun. Dan kalau dilihat alasan-alasan kenapa saya harus bekerja, jelas alasan ekonomi. Kerja untuk mencari uang. That’s all.

Slogan saya sudah dikenal teman-teman “maju terus membela yang bayar lebih besar” hehehehe

Tapi entah kenapa semakin kesini, tujuan saya bekerja mulai berganti arah. Tidak hanya mengejar uang semata, tapi lebih kepada karya. Setiap saya bekerja di sebuah perusahaan (sejauh ini baru 7 perusahaan berbeda), saya sangat berusaha untuk meninggalkan ‘jejak’. Membangun hubungan kerja yang berlanjut pada pertemanan, memberikan kontribusi kepada perusahaan berupa produk dan jasa, yang alhamdulillah berbuah penghargaan berupa ‘kenaikan posisi dan gaji’. Ternyata saat kita memikirkan hasil nyata diluar uang, maka pendapatan ikut menanjak dengan sendirinya.

————–

Mengingat kata-kata Rafa saat berkunjung ke kantor saya, membuat saya bertekad kuat kalau tujuan saya bekerja hanya satu sekarang:

membuat karya supaya suami dan anak saya bangga atas keberadaan diri saya. Dan tak lupa saya pun berharap semoga orangtua merasa perjuangan mereka dalam membesarkan saya tidak sia-sia

Lebay mungkin….

Tapi itu lah yang saya rasakan sekarang.

Trus sampai kapan?

Owh saya ingin pensiun kok. Seperti yang sering saya tulis disini, saya akan pensiun maksimal di usia 40 tahun (lebih cepat akan lebih baik). Masih ada 6 tahun ke depan. Tapi sudah mulai saya pikirkan dari sekarang. Terlebih saat Masguh mengajukan pertanyaan yang gak kalah penting dengan pertanyaan anak-anak sesuai judul ini

kalo udah pensiun, apa yang akan kamu lakukan di rumah?”

Jreng … jreng … jreng

Ini yang sedang saya lakukan … menyusun rencana pensiun.

Karena saya ingin tetap berkarya walau tak lagi bekerja di luar rumah. Doakan saya yaaa

Rafayra ke Bank

Rafayra ke Bank

Hai hai … gimana liburan nya? Semoga menyenangkan yah

Kami ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir batin untuk pembaca blog ini *kek ada yg baca aja*

Sebelum mudik lebaran ke Surabaya, kami menyempatkan untuk membawa Rafa dan Fayra ke bank dekat rumah. Kebetulan Bank Permata ada program tabungan Permata Bintang untuk anak-anak:

  1. Kartu ATM dan buku tabungannya menggunakan design Pricess & Cars (tokoh kartun anak)
  2. Menggunakan data diri orang tua (cuma menunjukan KTP asli)
  3. Nama di kartu ATM adalah nama anak
  4. Setoran awal cuma 100rb
  5. Setoran selanjutnya minimal 25rb
  6. Tidak ada biaya administrasi (potongan) tiap bulan

Kami gak tanya sih bunga nya berapa. Karena kami gak begitu peduli juga. Tabungan ini semata untuk sarana anak-anak belajar menabung dan mengenal sistem per-bank-an.

Dengan membawa anak ke bank, mereka belajar beberapa hal:

    1. Belajar mengantri

Saat mereka memasuki pintu bank, disapa oleh satpam. Anak-anak diajarkan cara mengambil nomor antrian yang berbeda untuk ke teller dan customer service. Alhamdulillah Bank Permata mempunyai ruang tunggu yang ramah anak-anak. Jadi mereka sibuk bermain selama menunggu nomor antrian dipanggil.

    1. Belajar mengisi form dan mengingat data diri

Walaupun seluruh form diisi dengan data orang tua, tapi anak-anak melihat saya mengisi seluruh informasi pada form pembukaan rekening. Saya jelaskan data apa yang saya tulis seperti nama lengkap, alamat rumah, nomor telepon dan tandatangan. Sehingga Rafa dan Fayra mengerti bawa mereka harus menghafal data tersebut juga harus belajar untuk membuat tandatangan

    1. Belajar fungsi buku tabungan dan kartu ATM

Saya jelaskan ke anak-anak betapa pentingnya menjaga buku tabungan dan kartu ATM. Mereka belajar bahwa buku tabungan dan kartu ATM adalah bukti kepemilikan rekening. Dimana jika salah satunya hilang, kita harus lapor ke polisi dan menyerahkan surat kehilangan dari polisi ke bank. Mereka belajar untuk menghafal nomor PIN kartu ATM dan merahasiakannya.

Anak-anak belajar bahwa mereka bisa melihat lalu lintas angka-angka yang tertulis di buku tabungan. Mereka mengerti konsep tabungan adalah menitipkan uang ke lembaga resmi untuk dikelola. Jadi mereka gak nangis/sedih saat harus menyerahkan uangnya. Dan yang penting mereka sekarang jadi paham bahwa uang yang bisa diambil dari mesin ATM adalah sejumlah yang mereka titipkan. Jadi tidak semata-mata saat butuh uang, mesin ATM bisa mengeluarkan berapa pun yang mereka butuhkan.

Beginilah penampakan buku tabungan dan buku petunjuk untuk Rafa:

Beginilah penampakan buku tabungan dan kartu ATM untuk Fayra:

    1. Belajar menggunakan mesin ATM

Untuk menyingkat waktu, kami memilih kartu ATM instant. Karena jika kita ingin nama anak tercetak pada kartu ATM, kita harus menunggu sekitar 1-2 minggu. Harus kembali datang ke bank untuk mengambil kartu tsb. Sementara anak-anak udah gak sabar pingin liat dan pingin punya hehehe.

Karena PIN dan kartu ATM langsung aktif saat itu juga, keluar dari bank kami langsung menuju mesin ATM. Saya tunjukan cara memasukkan kartu, input nomor PIN, dan jelaskan menu apa saja yang tersedia. Setelah itu Rafa langsung mencoba sendiri untuk cek saldo.

    1. Belajar mengelola keuangan

Kenapa kami menyempatkan buka rekening sebelum libur lebaran? Karena saat lebaran anak-anak menerima THR dari saudara-saudaranya. Jadi begitu mereka terima uang, mereka mengerti bahwa akan lebih aman jika uang tsb disimpan di bank daripada disimpan di rumah atau dihabiskan untuk membeli makanan/pakaian/mainan/buku.

Kami bebaskan anak-anak untuk mengatur sendiri uang yang mereka dapat. Yang pasti Rafa dan Fayra paham bahwa mereka harus mengalokasikan berapa yang akan digunakan untuk membeli buku atau mainan, dan berapa yang harus ditabung. Alhamdulillah mereka menyisihkan 70% dari uang yang didapat untuk ditabung dulu, dan sisanya baru digunakan untuk membeli barang yang mereka inginkan.

Semoga kebiasaan menabung ini akan terus dibawa sampai mereka dewasa, apapun bentuk tabungan mereka nanti.

Note: bukan posting berbayar. bukan iklan Bank Permata.