Belajar dari China
Alhamdulillah minggu lalu saya berkesempatan untuk mengunjungi negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia itu, walau hanya tinggal 5 hari di salah satu kota nya saja. Setidaknya nambah 1 stempel di buku ijo hehehe. Saya mengambil penerbangan Jakarta – Hongkong, kemudian dijemput oleh mobil kantor menuju Shenzhen.
Ada yang bilang, tuntutlah ilmu sampai negeri Cina … nah kesempatan kali ini benar-benar saya gunakan untuk belajar banyak dan menggali informasi tentang negara ini .
Menurut sejarah Cina pernah mengalami kemiskinan merata luar biasa di seluruh negeri. Dinasti terakhir runtuh awal tahun 1900an. Kemudian negara mereka dipimpin oleh Partai Komunis. Baru pada tahun 1990an mereka membuka diri terhadap dunia luar.
Kota Shenzhen berada di dalam provinsi Guangdong . Beberapa tahun lalu penghuni kota kecil ini hanya 6jt, tapi sekarang kota ini tumbuh pesat dan jumlah penduduk pun meningkat berkali-kali lipat. 2 manufacture terbesar di Cina diminta untuk membuka kantor dan pabrik di kota ini oleh pemerintah. Dan mereka diberikan lokasi dipinggiran kota yang sangat luas. Jalan raya pun dibangun pemerintah, dari mulai pintu masuk via Hongkong sampai ke kantor 2 perusahaan ini. Dan saya pun menyempatkan diri untuk foto dibawah plang jalan bertuliskan ke 2 kantor raksasa : FoxConn & Huawei. Walaupun supir mengingatkan untuk tidak berlama-lama, takut ketangkep polisi hehehe.
FoxConn merupakan pabrik peralatan IT & telekomunikasi terbesar. Sebagian spare part komputer dan handphone dibuat oleh pabrik ini. Termasuk komputer dan handphone merk Amerika dan Eropa, spare part nya dibuat di pabrik ini. Seperti Iphone, Ipod dan Ipad.
Huawei terkenal di Indonesia dengan produk handphone dan dongle modem yang kebetulan pertama masuk ke Indonesia dibawa oleh perusahaan tempat saya bekerja sekarang. Tapi sebenarnya Huawei lebih dulu bermain di perangkat besar telekomunikasi (network) berawal dari tahun 1998. Jumlah karyawan Huawei saat ini sekitar 110ribu ajah. Saya akan bercerita lengkap tentang Huawei berserta foto-foto nya dipostingan terpisah yah.
Sejak FoxConn dan Huawei mendirikan kantor, maka kota itu pun mulai berkembang. Puluhan apartemen, gedung perkantoran, hotel, dan bangunan lain didirikan hingga kota ini terlihat seperti kota seribu tower. Beberapa tempat perbelanjaan dan wisata pun mulai tumbuh. Sekarang kota ini menjadi hidup dan gemerlap. Hampir sejajar dengan Shanghai yang sudah lebih dulu dikenal sebagai kota modern dan metropolitan di Cina.
Berbagai merk luar pun sudah masuk di Shenzhen. Dari mulai makanan, minuman, tas, pakaian, sepatu, sampai alat-alat elektronik. Tetapi untuk menyelamatkan perekonomian bangsa, maka pemerintah menetapkan pajak yang sangat tinggi untuk produk impor. Rakyat Cina yang mencari barang merk internasional, biasanya lebih memilih belanja di Hongkong karena harga lebih murah disana. Karena itu, kalau berkunjung ke kota ini jangan cari merk terkenal … cari aja merk buatan lokal. Bukan berarti saya menyarankan untuk membeli barang tiruan yang sekarang banyak dijual di FB dengan iming-iming “KW Super Bersertifikat” atau pun “SEMI ORI” loh yaaaa.
Karena pemerintah sangat dominan, maka semua hal diatur oleh pemerintah. Sisi positifnya, tata kota sangat dipikirkan sebelum dikembangkan. Pokoknya pengaturan jalan dan bangunan benar-benar terencana dengan seksama. Jalur pejalan kaki, beda dengan jalur sepeda dan mobil. Jumlah kendaraan pun sangat dibatasi, khususnya untuk mobil dan motor. Sepeda bermesin sangat mendominasi di berbagai area. Untuk mobil dibatasi nomor plat genap dan ganjil untuk boleh berada di jalan raya pada hari tertentu. Misalnya hari Senin hanya boleh mobil bernomor plat genap yang ada dijalan raya, sementara Selasa hanya mobil bernomor plat ganjil.
Karena pajak kendaraan, harga bahan bakar, dan pembatasan nomor plat … maka sebagian besar penduduk lebih suka untuk naik bus. Untuk kereta bawah tanah (subway) saat ini belum menjangkau seluruh kota, tetapi masih terus dikembangkan oleh pemerintahnya dengan membangun beberapa line baru.
Orang Cina yang katanya dulu dikenal sangat jorok, sekarang sudah jauh berubah. Terutama saat persiapan menjadi tuan rumah Olimpiade Bejing 2008, pemerintah menghimbau seluruh rakyat untuk menjaga kebersihan. Alhamdulillah sekarang sudah jauh berubah. Tempat-tempat umum sangat terjaga kebersihannya, dan saya gak pernah nemu jackpot didalam toilet manapun. Bahkan saya tidak menemukan 1 putung rokok pun atau sampah lain.
Senangnya saya bisa berinteraksi dengan banyak penduduk lokal. Saya yang sibuk motret apapun yang aneh dimata saya, dan mereka yang sibuk tanya asal usul saya karena wujud saya terlihat aneh juga dimata mereka. Kasian penerjemah saya deh, bolak balik harus menjelaskan kenapa saya pakai ‘sesuatu‘ dikepala saya. Kebetulan disana sedang musim panas (summer) dimana suhu mencapai 36 derajat celcius dan perempuan lain lebih memilih pakai hot pants atau mini skirt. Pokoknya kalau penerjemah saya menyebut kata ‘Indonesien‘ dan ‘moslen‘, sudah bisa ditebak pasti mereka membicarakan saya. hihihihi GR banget gak sih?
Untuk makanan memang agak repot. Sebagian besar masakan pasti memakai daging atau minyak babi. Saya diberi pilihan untuk makan produk Mongolian (Cina utara yang berbatasan dengan timur tengah), dijamin halal karena orang-orang Mongol memang muslim. Bego nya saat pesan minum, saya suka reflek menyebut “Hot chinese tea, please“. Tentu saja pelayan kebingungan. Semua teh ya pasti Chinese tea … wong saya ada di Cina. hahahaha
Untungnya teman trip saya walau cowok tapi jago masak dan tau bahan-bahan masakan. Dia selalu icip makanan terlebih dulu, dan melarang saya ikut makan kalo dirasa ada kandungan babi dalam makanan tsb. Kalau gak ada pilihan lain, ya saya cukup minum teh aja sampai kenyang. Bisa dibilang saya nyaris tidak makan karbohidrat. Hanya seafood dan sayur-sayuran aja. Mie disana terbuat dari berbagai macam bahan, ada yang dari terigu – tepung jagung – sampai kentang. Tapi saya gak makan banyak, cukup tau rasa … dan ternyata cukup aneh di lidah saya. Lumayan 5 hari disana berat badan saya turun 2kg hehe.
Foto diatas salah satu makanan yang disajikan tuan rumah untuk saya. Namanya “Cucumber Sea” alias timun laut. Bentuknya lonjong berduri tumpul, warna hitam, sebesar lontong, rasanya kenyal agak kaya cumi, kalau digigit krius-krius kaya makan ketimun. Bisa dibayangkan?
Saya gak tega dan jijik untuk motongnya. Tapi jiwa petualang saya cukup tinggi, jadi saya icip sepotong kecil dari piring sebelah. Agak aneh dilidah. Harganya 1 porsi (1 ekor) kalau dirupiahkan sekitar Rp 300,000. Tapi maaf saya tetap gak berani nyentuh apalagi menelan. Setidaknya saya cukup mengenal dan icip dikit aja.
Beruntung saya extend 2 hari dan bertemu dengan teman lama yang tinggal disana. Beliau warga negara sana dan menceritakan semua hal tentang negaranya. Teman saya bisa bebas menceritakan sepak terjang pemerintah karena kami berada di kota besar yang cukup internasional. Harus hati-hati ngomongin politik di tempat umum.Kalau di kota kecil kita ngobrol tentang hal tsb, bisa-bisa diciduk oleh agen (mata-mata) pemerintah berpakaian bebas yang berkeliaran dimanapun.
Pemerintah mengatur semua, termasuk teknologi informasi pun di filter. Social networking di blok (Facebook, Youtube, etc). Google yang tadinya punya kantor di Shanghai pun terpaksa hengkang dari negara ini karena tidak mau menuruti pemerintah Cina yang ingin filter semua email pengguna dari Cina. Penduduk Cina bisa mengakses Google, tapi pakai google hongkong. Gak bisa pakai gugel dot kom. Film asing pun dibatasi hanya 13 yang boleh diputar selama 1 tahun, dan tentu saja pemerintah yang melakukan filter. Film yang diputar tidak boleh mengandung unsur politik, pornografi dan syarat-syarat lainnya. Dengan pembatasan seperti itu, produksi film lokal sangat agresif. Tapi disisi lain download fim dari internet pun semakin marak, makin banjir lah DVD bajakan.
Untuk perumahan, saya tidak menemukan 1 buah rumah selama 5 hari disana. Semua perumahan berbentuk vertikal alias apartemen. Karena penduduk melimpah, maka harga tanah pun mahal sekali. Dan penduduk sana cuma diberikan hak guna bangunan selama 70 tahun saja. Entah bagaimana nasib keturunan mereka saat usia kepemilikan tempat tinggal sudah melewati masa tsb. Pemerintah mengumumkan peraturan tsb baru 20 tahun yang lalu. Jadi kita lihat 50 tahun lagi deh.
Senangnya saya belajar banyak dalam waktu yang singkat disana. Melihat betapa kerasnya orang-orang bekerja, bagaimana mereka menunjukan kepada dunia bahwa mereka bisa maju dan mampu bersaing ditingkat dunia. Gak cuma orang Cina yang bertebaran diseluruh permukaan bumi (katanya 2/3 penduduk bumi memang orang Cina). Tapi kita bisa melihat semua produk pasti ada tulisan “made in China“.
Salah seorang direktur Huawei bilang “now it is made in China, but tomorrow it is created in China”
Keren banget semangatnya ya. Semoga kita bisa membangun negara Indonesia tercinta dengan mulai membangun semangat diri untuk bekerja keras dan menjadi manusia lebih baik. Amin
Semua posting tentang China bisa dilihat disini
3 thoughts on “Belajar dari China”
Hiiiyyyy…aku lihat cucumber sea itu jadi bergidik…
btw, aku baca di blog teman, yg berlibur ke china Okt 2009…salah satu kesannya sama yg De bilang, jorok….
Sekarang sudah gak, ya…..
tq bu De kebetulan beberapa hari lagi saya berangkat ke hongkong dan shen2 jg, jadi bisa buat referensi saya, tq
oahm, t’nyata prnh ke china juga ya?