Merindukan Nabi di Topkapi
Hari ke 7 di Turki, Kamis 26 Nov 2015
Sambil menunggu keberangkatan pesawat pulang yang dijadwalkan sore hari, kami menghabiskan sisa waktu setengah hari untuk mengunjungi beberapa tempat yang berlokasi tidak jauh dari hotel.
Istana Topkapi menjadi pilihan pertama kami.
Hanya berjalan kaki 10 menit, kami sudah menemukan bangunan Fountain of Sultan Ahmet III yang berada tepat di pintu masuk istana. Tidak ada salahnya membawa peta yang disediakan di lobi hotel secara cuma-cuma, karena dengannya kami mempunyai panduan untuk menemukan lokasi Topkapi.
Angin mulai berhembus lumayan kencang saat kami tiba. Dinginnya makin menusuk tulang. Tapi kami tak gentar, walau pakaian kurang sesuai untuk menghadapi suhu yang terus turun. Yang ada dalam pikiran kami, makin siang matahari akan meninggi, berharap udara juga semakin hangat. Ternyata dugaan kami salah.
Saya terpana dengan gerbang utama istana Topkapi. Bentuk 2 menara pada gerbangnya, mengingatkan saya akan film atau dongeng bercerita tentang putri, pangeran, raja dan istana. Baru kali ini saya melihat bentuk nyata. Yang istimewa, ada penggalan kalimat syahadat di atas pintu masuknya yang memiliki arti “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah”
Dengan membayar tiket 30 Lira, kita bisa melihat banyak hal di dalam istana ini. Hamparan taman yang terawat indah, bangunan-bangunan megah di dalam komplek istana, pemandangan laut Marmara dengan daratan di seberangnya, sampai dengan koleksi barang milik Sultan, keluarga dan keturunannya.
Kata seorang teman, luangkan waktu 3-4 jam kalau mau menikmati istana ini secara menyeluruh dan meresapi nilai sejarahnya. Wajar saja, komplek istana Topkapi memiliki luas total 700rb meter persegi yang dikeliling benteng sepanjang 5 kilometer.
Topkapi Sarayi merupakan istana tempat tinggal para sultan dan keluarga selama hampir 400 tahun dalam rentang waktu tahun 1465-1860, sebelum akhirnya pindah ke Dolmabache Palace. Karena banyak bangunan di dalam komplek istana, kami mencoba masuk sesuai dengan arah berlawanan jarum jam.
Bangunan yang memiliki cerobong asap yang pertama kami masuki, ternyata merupakan dapur kerajaan. Alat masak dan perlengkapan makan yang terbuat dari aneka material, lengkap dimiliki. Ada yang dari baja/besi, porselen, perak, emas, sampai yang terbuat dari gading gajah.
Ada bangunan yang berisi perhiasan milik keluarga kesultanan. Dari mulai cincin, gelang, kalung, liontin, lencana, mahkota. You name it, you see it. Batu-batu dalam perhiasan tsb juga tidak main-main ukurannya.
Wisatawan diijinkan membawa masuk kamera, tapi ada beberapa isi bangunan yang dilarang keras untuk mengabadikannya dalam bentuk foto atau video. Sulit untuk melukiskan keindahan dan kemewahan isi istana dalam untaian kata.
60% dari komplek istana ini merupakan outdoor. Jadi kita harus keluar masuk antar bangunan dengan melewati taman. Hembusan angin makin kencang, tak lama kemudian hujan turun deras. Kami benar-benar tidak siap, butuh jas hujan ataupun sekedar payung. Sayangnya harga jas hujan ponco yang ditawarkan saat itu terlalu mahal menurut kami. Padahal hanya sekedar jas hujan sekali pakai, yang mungkin kalau dijual di depan stasiun kereta di Jakarta cuma seharga 10-25rb saja. Jadi lah kami basah kuyup. Saya yang hanya menggunakan sepatu terbuat dari canvas, merasakan dingin dan basah tembusan air hujan sampai ke ujung jari kaki. Mau pulang ke hotel tapi kok ya sayang.
Dari keseluruhan komplek istana, ada 1 bangunan yang membuat saya merinding bahkan sampai meneteskan air mata. Apalagi melihat tulisan di layar LCD dengan arti kurang lebih “Kami akan melindungi barang-barang yang ada dalam ruangan ini hingga dunia berakhir”
Bangunan ini adalah tempat penyimpanan barang-barang peninggalan nabi, keluarga dan para sahabatnya. Sayangnya ruangan ini termasuk salah satu yang tidak boleh diabadikan oleh lensa kamera.
Dalam ruangan ini pula kita akan mendengar lantunan ayat suci Al-Quran yang terus dibaca dalam waktu 24 jam tanpa putus. Bukan rekaman dari CD atau file komputer, melainkan memang ada orang yang bertugas membaca Al-Quran secara bergantian. Setiap ayat yang dibacakan, ditampilkan tulisan Arab dan artinya dalam bahasa Inggris dalam sebuah layar televisi.
Saya terpana melihat tongkat nabi Musa, barisan pedang para sahabat Rosul, talang air Ka’bah yang terbuat dari emas, beberapa kunci dan gembok Ka’bah yang sudah tidak digunakan di Mekkah, jubah Husen – cucu Rosul, dan benda peninggalan lain.
Air mata saya mulai menetes ketika melihat jubah Fatimah, putri Rasulullah. Membayangkan betapa sederhananya sosok Fatimah yang tergambar dari jubahnya yang koyak di beberapa tempat. Untuk ukuran putri dari seorang pemimpin besar, bisa dibilang pakaiannya terlihat compang.
Air mata makin tak terbendung ketika melihat semua barang peninggalan Rasulullah. Jejak kaki nabi Muhammad, pedangnya, sehelai rambut dan janggutnya, surat dan stempel, yang ditampilkan dalam lemari kaca. Kalau jubah nabi Muhammad dan sepenggal gigi beliau, disimpan dalam kotak yang terbuat dari metal.
Kami semakin merindukanmu, duhai manusia mulia kekasih Allah.
Bahkan sampai saat saya mengetik tulisan ini, air mata saya kembali menetes di pipi.
Melihat isi istana Topkapi dan menyaksikan peninggalan jaman keemasan Islam di muka bumi ini, kami pun berdoa semoga suatu hari nanti anak-anak juga harus bisa sampai di sini.
Semua posting tentang Turki bisa dilihat disini
8 thoughts on “Merindukan Nabi di Topkapi”
menyatunya rasa religi, eloknya arsitektura bangunan dan ruah daun gugur di alam indah banget Jeng De. Salam
Ya Allah, baca ini aku jadi terharu banget, Mbak…
Aku merinding dan ikut nangis membaca tulisan ini, mbak. Btw, itu yang murotal ga dijeda kalau pas waktunya salat?
subhanallooh….. ikut merinding bacanya
subhanallah….indahnyaa… beruntungnya mbak bisa holiday ke turki hihihi salam blogger
Semakin rindu kami kepada Rasulullah Saw. Terimakasih Mbak atas gambar-gambar indahnya