Udang Gulung
Sejak anak-anak sekolah di International School dimana muslim sebagai minoritas, kami sedikit khawatir jika anak-anak makan sembarangan. Kami berusaha memberikan pemahaman akan perbedaan, baik dari sisi penampilan fisik – keyakinan – sampai ke jenis makanan. Pengenalan konsep halal-haram kami coba terapkan ke anak-anak. Untuk menunjang hal tsb, saya selalu berusaha membawakan makanan untuk anak-anak dari rumah supaya anak-anak tidak perlu jajan di sekolah. Walau sekarang Fayra sudah sekolah di Islamic School, membawa makanan dari rumah sudah menjadi kebiasaan tersendiri.
Kebetulan ada tim di kantor yang sudah punya anak berusia 3 tahun dan baru belajar masak. Beliau suka tanya-tanya ke saya cara membuat makanan untuk anak-anak. Jadi akhir-akhir ini saya suka moto setiap step yang dilakukan saat masak makanan anak-anak. Mem-publish-nya di instagram/path/twitter dan tak lupa tag/mention teman saya tsb.
Suatu hari saya posting tentang Udang Gulung ini:
Bahan:
- Udang
- Telur
- Mie goreng instan
Cara:
- Rebus mie instan, kemudian tiriskan
- Campur mie tsb dengan bumbu dalam kemasan mie instan
- Masukan telur, aduk rata
- Gulung udang dengan mie yang sudah dicampur telur
- Goreng udang gulung dalam minyak panas
- Sajikan
Simple banget kan?
Eh tetiba *nyulik kosakata idola saya, mas RagilDuta* ada teman lain yang memberikan komentar:
“kasian amat anak lo cuma dikasih mie instan. Cuma beda bentuk aja ini mah”
Saya hanya tersenyum.
Saya paham bahwa teman saya tsb cowok single. Pastinya hanya memberikan komentar atas apa yang dilihat saat itu.
Padahal yang selalu saya bawakan untuk anak-anak ke sekolah antara lain:
- Snack box (cemilan untuk snack break jam 9)
- Susu kotak, untuk pendamping cemilan
- Lunch box (makan siang untuk dimakan saat istirahat jam 12)
- 1 botol air putih (untuk Rafa kadang ditambah 1 botol teh dingin)
- Buah
Jadi udang gulung yang saya tampilkan tsb hanya sebagian kecil dari isi kotak makan anak-anak. Wujud lengkapnya seperti ini:
Beda anak, beda selera.
Jadi isi kotak makannya juga tidak bisa disamakan.
Fayra pulang sekolah jam 2-3, sementara Rafa pulang sekolah bisa jam 5 sore. Sudah pasti makanan Rafa lebih berat dari adiknya. Porsinya pun jauh lebih banyak. Sebisa mungkin tidak berkuah karena saya tidak mau membuat anak-anak repot saat membawa atau memakannya di sekolah.
Saya bukan ibu idealis yang bisa membuat bento (makanan berhias) untuk anak-anak. Bagi saya yang penting isinya. Tampilan nomor sekian lah. Ini saja sudah membuat awal hari saya lumayan heboh. Mikir menu harian anak, sudah dipikirkan dari malam sebelumnya. Kadang spontan juga tergantung isi kulkas.
Ada ide besok anak-anak dimasakin apa yah enaknya?
6 thoughts on “Udang Gulung”
jadi selalu bawa bekal ya mbak supaya aman
@lidya: iya mbak, mumpung anak-anak juga masih mau dibawain bekal
salut ama dirimu de…itu bisa grabak grubuk nyiapin bekal nya anak2…kalo bukan di jkt mungkin gak gitu gimanaaa gitu yaa…ini di jakarta, yg trafficnya “indah banget’ km masih sempet siapin bekal sebelum berangkat kerja…
@silvi: biasanya de bikin malam kok. Paginya tinggal goreng aja. Dan de ke kantor naik kreta, bisa berangkat jam 6:40 dari rumah
Masakan mama pastinya sehat-sedap dengan racikan cinta. Salam