Beratnya SD sekarang
Kaget…
Itulah yang mama alami ketika melihat buku pelajaran SD yang dibawa Rafa pulang setiap jumat sore. Sekolah Rafa memberikan homework hanya pada saat wiken saja dan hari itu juga semua buku pelajaran dibawa pulang dengan tujuan orang tua murid mengetahui apa yang dipelajari anak selama seminggu di sekolah.
Mama buka buku MATH, tidak ada pelajaran 1+1 lagi seperti jaman mama papa di sekolah dasar. Yang ada soal perhitungan 17+5, 24+3, etc…
Mama buka buku SAINS, ada hasil praktek mengenal indra perasa (lidah). Rafa harus menulis rasa dari air jeruk nipis, kopi, dll yang dirasakan ketika praktek. Tanpa didikte katanya. Jadi setiap murid harus menulis apa yang dirasakan ketika mencoba bahan-bahan yang ada dikelas. Rafa menulis “Jeruk nipis rasa asam. Kopi rasa pahit”
Mama buka buku BAHASA, ada 5 kalimat yang harus ditulis ulang oleh Rafa dengan menggunakan huruf besar dan kecil pada tempatnya. Tidak ada lagi latihan menulis INI IBU BUDI – INI BAPAK BUDI.
Mama buka buku PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarga Negaraan), Rafa harus menuliskan contoh perbuatan menghargai teman dan sesama. Bukan lagi sekedar menghafal Pancasila.
Tidak terasa sudah 1 bulan lebih Rafa bersekolah di SD. Saatnya untuk monthly review atau ulangan. Tertulis di Communication Book yang setiap hari dibawa pulang oleh Rafa (buku komunikasi antara orang tua dan guru).
“Dear parents,
Sehubungan akan dilakukan formatif MATH tanggal 13 Agustus 2007, mohon ananda dibantu untuk mepelajari:
1. Count forward 1-20
2. Count backward 20-1
3. Addition
4. Story question
Regards,
Teacher”
Seminggu penuh 13-21 Agustus Rafa menjalani monthly review. Ada hikmahnya juga Fayra sakit, jadi mama bisa berada disamping Rafa selama seminggu kemarin. Jemputan Rafa datang jam 7 pagi, dan Rafa kembali ke rumah jam 4 sore. Setelah mandi dan minum susu, Rafa mengerjakan soal-soal yang mama berikan. Kalau bosan Rafa langsung ambil kertas dan mulai melukis. Setelah magrib dilanjutkan tanya jawab secara lisan.
Mungkin karena capek fisik dan pikiran, juga mungkin ketularan adiknya, Rafa demam sampai 39. Kebanyakan demam menjelang magrib, sedangkan siang sehat dan sekolah seperti biasa. Mama dan Papa tidak panik karena Rafa juga masih lincah. Mama hanya memberi obat penurun panas. Tapi kenapa sudah 5 hari suhu badan Rafa naik turun. Ditambah batuk 2 hari yang nyaris dibilang NON STOP. Rafa tidak bisa tidur karena batuknya yang luar biasa. Minum susu tidak mau, karena setelah itu sering muntah. Makan hanya sedikit, karena terganggu oleh batuknya. Tidur pun dalam posisi 1/2 duduk karena mama harus memberi 2 tumpuk bantal dikepala Rafa. Kalau batuk dalam posisi tidur lurus, perutnya sakit. Duh kasian nya kamu nak…
Dan malam 23 Agustus Rafa demam sampai 40,2. Saat matanya merem Rafa sempat mengigau “100, 15, 20…eh ini jadi berapa ya ma?” wah…apa dia kepikiran ulangan di sekolah yah?
Sampai akung mendapati Rafa bangun dengan mata terbuka dan mengambil gunting. Ketika ditanya untuk apa, Rafa menjawab “aku mau gunting guling kung. Soalnya gulingnya kepanjangan“. Langsung aja gunting itu diamankan, dan akung meminta Rafa untuk duduk tenang. Jadi demam ini sudah mengganggu kesadaran Rafa.
Kata dokter, Rafa hanya lelah aja. Mungkin adaptasi pelajaran disekolahnya cukup berat. Jadi berpengaruh ke fisiknya. Berat badan Rafa turun 2kg selama seminggu kemarin. Ketika dokter tau Rafa sekolah dari jam 8 sampe jam 4, dokter ngeledekin “Kamu sekolah udah kaya pegawai Pemda aja. Masuk jam 8 pulang jam 4 sore. hehehe”
Alhamdulillah selama papa ke Bali jumat-sabtu-minggu kemarin Rafa gak demam lagi. Sekarang Rafa sudah mulai bisa tidur nyenyak. Batuknya mulai berkurang. Dan hari ini Rafa sudah mulai sekolah lagi untuk mengejar ketinggalan karena seminggu dirumah.
Mama udah mulai berkurang vertigo nya. Sudah mulai bisa tidur lagi karena Rafa-Fayra sudah sehat semua. Kalau malam cuma 2-3x bangun karena Fayra harus nenen. Dikantor udah bisa konsentrasi lagi deh.
———————————————————————
Katanya…
TK tidak boleh mengajarkan baca, tulis dan berhitung.
Hanya boleh mengenalkan huruf dan angka.
TK hanya tempat untuk bermain.
Sebagai latihan anak bersosialisasi
Nyatanya…
Mau masuk SD harus dites.
Hanya anak yang sudah bisa baca, tulis, hitung yang boleh diterima.
Selain umur sudah genap 6 tahun atau lebih…
Kenapa sih kurikulum TK dan SD gak nyambung gini.
Apakah ini cara pemerintah mengejar ketertinggalan SDM Indonesia?